Ketidaktahuan Lebih Baik daripada Ketahuan
Chapter 03
Ngomong-omong, jati diri apa yang direnggut oleh buku ini darimu?
Raut wajah pria itu masih tetap tak bergeming mendengar pertanyaan dari perempuan yang masih membaca buku berjudul Sejarah Tuhan tersebut. Mata pria itu menatap santai ke arah buku Sejarah yang berada di tangannya, seolah tidak mendengar pertanyaan dari perempuan yang duduk di depannya tersebut.
Merasa tidak diperhatikan, perempuan itu pun mengangkat pandangannya ke depan dengan wajah penasaran menatap pria santai di depannya.
“Menurutmu jati diri apa yang sudah hilang dari diriku?” Katanya balik bertanya. Claudia pun tampak sedikit sebal dengan jawaban yang tidak menjawab dari Alvaro dan malah membebaninya kembali dengan pertanyaan. Otaknya ingin tahu dengan fakta dan data, tetapi hatinya terlanjur senang dan ingin mendengarkan penjelasan dari pria di depannya lebih banyak lagi.
“Entah lah, mungkin kau sudah tidak percaya Tuhan lagi setelah membaca tentang sejarah nya” Jawab Claudia sambil mengangkat bahu. Alvaro tampak sedikit tersenyum sinis seolah meremehkan jawaban dari Claudia.
“Sepertinya kamu terlalu berpikiran pendek ya, hanya melihat apa yang ada di depan dirimu saja. Begitu membaca Sejarah Tuhan kau langsung berkesimpulan bahwa buku itu akan membuat orang menjadi tidak percaya Tuhan lagi” Kata Alvaro. Claudia tampak tersinggung mendengar ucapan Alvaro. Menurutnya, berpikiran pendek bukan merupakan dirinya, dan dia tidak pernah sekalipun dihina dengan ucapan seperti itu.
“Jadi, kamu mengaku berpikiran lebih panjang daripada aku?” Tanya Claudia. Dia tahu, bahwa marah dan emosi di saat seperti ini hanya akan membuang energinya dan malah lebih menunjukkan kebodohannya dan kependekan pikirannya sehingga dia hanya menanggapinya dengan nada yang sedikit sarkastis.
“Tidak juga. Mungkin aku yang terlalu berpikir panjang, atau terlalu berharap banyak pada pemikiranmu” Jawab Alvaro santai. Claudia hanya bisa menahan rasa sebalnya dengan nada Alvaro yang malah terkesan memancing dirinya tersebut.
“Pernah kau bertanya dalam benakmu, apakah bila aku dilahirkan oleh orang tua Islam, maka aku akan menjadi Islam juga? Bagaimana dengan Katolik? Atau mungkin Buddha? Apakah kita masih bisa yakin dengan kebebasan diri kita untuk menganut kepercayaan kita?” Lanjut Alvaro tanpa menghiraukan perasaan Claudia yang masih sebal dengan dirinya.
“Pernah, dan aku masih tetap berpegang pada Katolik” Jawab Claudia singkat saja.
Dia memang pernah menemukan sebuah pertanyaan filosofis tentang agama yang dianutnya dan melihat apa jawaban yang dijawab oleh beberapa anggota di dalam forum tersebut. Itu adalah sebuah forum yang bebas sehingga tidak ada otoritas apa pun yang berhak untuk menghapus jawaban yang ada di situ.
“Wow… Apakah kamu punya alasan yang bagus?” Tanya Alvaro tampak sedikit tertarik dengan jawaban yang akan diberikan oleh Claudia tersebut.
“Pandangan Katolik tentang kita harus berbuat baik untuk mendapatkan penebusan dari Tuhan Yesus itu mungkin sependapat dengan hatiku. Kita memang harus berbuat baik dalam kehidupan ini, baik secara intelektual maupun sosial untuk mendapatkan kehidupan yang baik. Tuhan Yesus tidak akan mau mengorbankan dirinya untuk orang yang hanya berpangku tangan tanpa mau membantu sesamanya” Jelas Claudia. Alvaro hanya diam saja mendengarkan pemaparan dari Claudia.
“Pandangan seperti itu mungkin memang terdengar altruis, tetapi menurutku itu cocok sebagai filosofi hidup yang berarti bagi umat manusia. Bukankah kau bilang sendiri bahwa masalah dari umat manusia setelah ini adalah kegunaan mereka akan digantikan oleh kecerdasan buatan yang mungkin menjadi lebih cerdas lagi setelah ini? Filosofi Katolik untuk terus berbuat baik kepada sesama merupakan filosofi yang visioner untuk masalah ini” Jelas Claudia.
“Kenapa kau memanfaatkan masalah yang kita bahas sebelumnya untuk menguatkan pendapatmu?” Decak Alvaro ketika mendengar alasan dari Claudia. Gadis itu hanya sedikit tersenyum kecil melihat ekspresi sebal dari Alvaro yang mulai mengakui pendapatnya. Rasa sebalnya telah dihina sedikit terobati dengan decak tersebut.
“Itu hanya sedikit insight dari dalam diriku yang tiba-tiba saja muncul dalam benakku. Aku merasa bahwa orang hidup adalah untuk berbuat baik, entah itu memang terbentuk sejak kecil karena didikan dari orang tuaku yang notabene juga Katolik atau memang karakterku seperti itu. Tapi, aku masih yakin bahwa Katolik merupakan pilihan yang tepat” Lanjut Claudia mengakhiri penjelasannya. Alvaro tampak mangut-mangut mengerti tentang hal yang telah dibicarakan oleh Claudia.
“So, apakah kamu pikir bahwa agama yang lain tidak mengajarkan berbuat baik? Contoh saja agama Buddha mengajarkan kebajikan dengan mengalahkan akar dari seluruh kejelekan di dunia ini dan mengabdikan hidup sepenuhnya untuk berbuat baik tanpa iming-iming penebusan dari Tuhan mereka” Tanya Alvaro.
“Hal itu menurutku tidak rasional. Buddha mengajarkan kita untuk melepaskan diri dari keinginan dan nafsu belaka yang merupakan akar dari semua penderitaan. Mengekang diri manusia untuk melepaskan diri dari apa yang merupakan hak nya mungkin merupakan pelanggaran hak asasi untuk memperoleh kebahagiaan” Sanggah Claudia.
“Oh, ya? Bagaimana dengan Islam?” Lanjut Alvaro dengan nada yang lumayan bersemangat.
“Islam mungkin mengajarkan kebaikan, tetapi umat mereka adalah orang eksklusif yang terlalu saklek dan banyak aturan” Jawab Claudia singkat.
“Wow, wow, wow… Santai, kamu baru saja menyebutkan kelemahan dua agama lain dibandingkan dengan agama Katolik yang kau anut. Sekarang mari kita pikirkan lagi, Apakah dengan menganut Katolik kamu menjadi orang yang lebih etis daripada orang agama lain?” Tanya Alvaro. Claudia yang awalnya bersemangat untuk menjelaskan tentang agamanya sekarang mulai ragu.
“Ya… E… Entah lah” Jawab Claudia gugup.
“Apakah menurutmu orang agama lain itu lebih buruk dan lebih jahat daripada orang Katolik?” Tanya Alvaro sekali lagi. Kali ini Claudia terdiam, tidak berani menjawab. Jujur saja mungkin di dalam hati kecilnya dia membenarkan ucapan tersebut.
Agama Katolik adalah agama yang mengajarkan kebaikan kepada lingkungan, baik alam maupun sosial kepada para penganutnya. Tidak mengejutkan bila Claudia berpikir bahwa agama Katolik merupakan agama yang paling baik karena setiap hari dia diajarkan hal itu semua oleh orang tuanya. Tetapi, hanya dengan pertanyaan dari seseorang yang baru dikenalnya ini, pandangan itu pun sekarang menjadi meragukan, meskipun Claudia masih percaya pada kebaikan agama Katolik.
“Orang mungkin menganggap agama mereka baik, karena pengajaran dogma seperti itu lah yang sudah di ajarkan kepada mereka sejak kecil. Kau mungkin tadi menjawab pertanyaan tentang jika orang tuamu beragama lain, masih kemungkinan besar kamu akan pindah ke Katolik karena menurutmu Katolik berisi orang-orang dengan semangat kebaikan. Apa kamu yakin Katolik dipenuhi dengan orang yang bersemangat dalam kebaikan? Bukan karena kepentingan segelintir orang semata?” Pertanyaan Alvaro jelas langsung membuat Claudia terkejut. Bagaimana agama sucinya bisa digunakan untuk keperluan dan kepentingan hanya segelintir orang. Bukankah itu hal yang sungguh egois.
“Ambil saja contoh, perang salib” Kata Alvaro.
“Perang berdarah yang berlangsung dalam kurun waktu ratusan tahun dan disokong oleh Gereja Katolik pada masa itu melawan agama lain yang sedang bercokol di Asia Barat dan Eropa. Jika kamu menilik sejarah, kamu akan menemukan bahwa pejuang dari perang tersebut meyakini bahwa dengan ikut berperang mereka akan memperoleh penebusan dari Tuhan Yesus. Ya… Mungkin kau bisa menyebutkan salah satu kebaikan agama Katolik adalah berperang” Kata Alvaro.
“Berperang untuk siapa? Untuk pastor? Paulus? Untuk Tuhan Yesus? Kenapa yakin sekali bahwa dengan membunuh orang agama lain akan membuat Tuhan Yesus senang? Apakah sejatinya Tuhan Yesus itu hanya lah seseorang yang senang ketika melihat manusia menderita?” Rentetan pertanyaan keluar dari mulut Alvaro yang mungkin terasa menyudutkan bagi Claudia. Gadis itu tampak masih terdiam, mungkin menyusun argumen yang akan membela agamanya.
“Atau jika kau merupakan seorang penggemar sains, mungkin kau bisa ingat beberapa nama ilmuwan ini. Sebut saja yang paling terkenal adalah Nicolas Copernicus dan juga Galileo Galiei. Apa penghalang paling besar bagi mereka untuk mengembangkan pengetahuan mereka? Gereja Katolik abad pertengahan bukan?” Tanya Alvaro lagi. Claudia masih terdiam mendengar penuturan dari Alvaro. Semua yang dikatakan itu juga benar sih, dan entah bagaimana dalam hati kecil nya mulai ada setitik keraguan tentang agama ini.
“Lalu, jika kau berkata seperti itu, apakah kau bisa mengatakan tentang agama apa yang paling benar?” Tanya Claudia pelan. Entah kenapa dia tidak memiliki data apa pun untuk menyangkal semua kekejaman orang Katolik Eropa di zaman abad pertengahan dan saat perang salib yang dapat membenarkan perbuatan mereka membatasi ilmu pengetahuan dan membantai pasukan Islam di Asia Barat.
Alvaro hanya sedikit menyeringai ketika melihat Claudia mulai menyerah dengan pendapatnya. Beberapa saat kemudian otot punggungnya mulai mengendur santai setelah dia menekan Claudia dengan berbagai macam fakta yang tidak bisa dipungkiri oleh Claudia.
“Entah lah. Jika kau berpikir kira-kira apakah agama yang paling benar, coba saja baca buku itu, mungkin kau akan mendapatkan inspirasi” Jawab Alvaro santai saja. Tetapi jawaban tersebut tidak memuaskan rasa ingin tahu dari Claudia yang sudah terpicu oleh provokasi dari Alvaro sehingga gadis itu cuma menatap tidak puas ke arah Alvaro.
“Percuma juga sih sebenarnya jika aku mencoba untuk menjelaskannya kepadamu. Ada dua kemungkinan saat aku menjelaskan pola pikirku kepadamu tanpa kamu mengetahui sumber yang membuatku menarik kesimpulan” Kata Alvaro sambil kembali menegakkan punggungnya untuk berbicara lebih dekat dengan Claudia.
“Pertama, kau akan menolakku karena itu bertentangan dengan semua hal yang menjadi identitasmu saat ini meskipun semua argumenku terdengar masuk akal. Kedua, kau hanya akan menjadi pengikut pendapatku dan membenarkan apa pun yang aku katakan. Oleh karena itu, kau perlu sumber untuk…”
“Wow… Sedang asyik berduaan di sini ternyata” Sebuah suara perempuan yang terdengar genit memotong penjelasan Alvaro sekaligus mengalihkan perhatian Claudia ke arah suara tersebut.
Sumber suara tersebut adalah seorang perempuan yang sedang berdiri sambil memasang wajah sebal ke arah Claudia. Hijab warna krem menghiasi kepalanya dengan ujung yang di masukkan ke dalam kardigan berwarna coklat susu yang menutup badannya cukup ketat sehingga orang-orang dapat menilai betapa ramping badan tersebut. Sebuah kacamata berwarna coklat tua yang terkesan modis menghiasi mata coklat yang sedang menatap sebal ke arah Claudia.
“Jadi tidak kita mau mengerjakan tugas di depan sana” Tanya perempuan tersebut.
“Eh… Jadi kok, San. Tadi aku sudah menunggu cukup lama loh di depan sana. Karena capek jadi aku duduk di sini saja bersama dia” Jawab Claudia. Perempuan bernama Santi itu tampak memutar bola matanya mendengar alasan dari Claudia.
“Kalo mau duduk tempat duduk yang kosong masih banyak, kenapa harus memilih di sini” Celetuk Santi. Pipi Claudia pun sedikit menghangat mendengar ucapan dari Santi tersebut.
“Oh… Jadi tadi rencananya mau mengisi waktu buat menunggu cewek ini toh?” Tanya Alvaro yang sepertinya baru paham apa yang terjadi.
“Iya” Jawab Claudia sambil menganggukkan kepalanya. Alvaro hanya mengangguk paham sambil kembali mengambil buku Sejarah Dunia yang Disembunyikan miliknya dan mulai membuka di bagian yang sudah dia tandai.
“Ini, boleh kupinjam sebentar?” Tanya Claudia sambil mengangkat buku berjudul Sejarah Tuhan tersebut. Alvaro pun mengangkat pandangannya ke arah Claudia sambil menyeringai.
“Ah… Jadi kau masih tertarik dengan itu?” Alvaro balik bertanya. Claudia hanya mengangguk.
“Boleh, pinjam saja. Nanti ketika selesai kembalilah ke sini, ini tempat favoritku untuk membaca. Setelah kau memahami sumber nya nanti aku bisa menjelaskan pandanganku kepadamu dengan lebih baik” Kata Alvaro sambil tersenyum senang.
“Oke” Jawab Claudia dengan seulas senyuman yang tak kalah senangnya juga sambil memasukkan buku yang cukup tebal tersebut ke dalam tas kecil miliknya sebelum akhirnya berdiri menuju Santi yang sudah menunggunya.
“Terima kasih ya diskusinya” Katanya memberikan salam perpisahan kepada Alvaro yang hanya dijawab dengan lambaian tangan saja oleh pemuda santai tersebut.