Ketidaktahuan Lebih Baik daripada Ketahuan
Chapter 04
“So, intinya kita bisa menyimpulkan bahwa berita media tentang Islam yang merupakan akar penyebab terorisme ini merupakan sesuatu yang dilebih-lebihkan oleh media. Banyak sekali berita yang berada di media yang berakar dan mereferensikan dari media mainstream dan hanya beberapa artikel saja yang di referensikan” Jelas seseorang di depan kelas sambil menjelaskan apa yang berada di layar proyektornya yang sedang menampilkan beberapa grafik.
Sudah sekitar dua minggu hari perkuliahan efektif, dan seperti yang diharapkan dari kampus terbaik di dunia, mahasiswa nya pun mengikuti seleksi yang begitu ketat dengan proses pendidikan yang tidak main-main. Bayangkan saja, hanya dalam waktu dua minggu mereka sudah dibebani dengan proyek kecil yang ditugaskan untuk menganalisis teks yang ada di dalam internet dengan tema tertentu.
Hal ini tentu saja memberatkan bagi beberapa orang yang memang tidak memiliki etos kerja dan belajar yang tinggi, tetapi tidak bagi orang terdidik seperti gadis cantik berhijab yang sedang menjelaskan hasil kerja nya di depan kelas.
“Jika kita melakukan korelasi tabulasi silang dengan jumlah tayangan yang ada di dalam web tersebut, maka kita bisa menyajikannya dengan tabel ini. Setelah itu, jika kita lakukan sedikit analisis sentimen dari berita yang populer untuk mendapatkan tingkat subjektivitas yang ada pada berita tersebut maka bisa kita lihat bahwa tingkat subjektivitas dari berita populer lebih tinggi daripada berita yang tidak populer. Jika kita mencoba untuk menganalisis nya berdasarkan tema yang dibahas maka akan terjadi sebuah ketimpangan yang sangat signifikan” Kata gadis yang bernama Santi tersebut sambil menekan tombol presentasinya untuk grafik hasil akhirnya.
“Berita tentang keburukan Islam dengan tingkat subjektivitas yang sangat tinggi mendominasi dan apabila kita lakukan perhitungan probabilitas dengan menggunakan Teorema Bayes, maka kita akan mendapatkan kesimpulan bahwa hampir 90% berita tentang Islam adalah keburukan dengan tingkat subjektivitas tinggi dan kemiripan lebih dari 70%. Dengan begitu, kita bisa memahami bahwa ternyata media terlalu banyak berkoar-koar dan saling memberikan referensi terhadap keburukan Islam dengan beberapa pendapat tambahan. Dan itu menyumbang 90% dari aliran berita di internet” Kata Santi sambil menutup presentasinya. Suara riuh tepuk tangan mengiringi salam penutup dari gadis manis berhijab coklat susu tersebut.
“Presentasi yang sangat bagus sekali dari saudari Santi, dan sepertinya dia juga sekaligus menyuarakan pendapat untuk agamanya sendiri” Kelakar dosen dengan kepala hampir botak yang berada di depan kelas nya yang hanya disahut dengan tawa riuh dari mahasiswanya.
“Oke, kali ini kita akan mendengarkan presentasi dari mahasiswa terbaik di kampus ini, Claudia” Kata sang dosen membuka acara presentasi Claudia. Gadis berpenampilan sempurna tersebut segera bergerak maju menuju ke depan sambal membaca MacBook miliknya. Setelah selesai berkutat dengan berbagai macam hal yang berbau teknis, presentasi minimalis miliknya pun tampil di depan kelas.
Senyuman penuh percaya diri beserta tampilan yang terkesan professional seolah sudah menjadi ciri khas dari gadis tersebut. Dia pun berdiri di depan teman-teman sekelasnya dan kemudian membuka presentasi layaknya Steve Jobs yang ingin memperkenalkan iPod.
“Selamat Siang rekan-rekan sekalian. Kali ini kita akan mencoba untuk menganalisis berita dan fakta tentang agama Katolik”
-0-
Siang Hari di Depan Perpustakaan
Gadis dengan rambut panjang sebahu yang hitam dan anti lepek itu tampak menoleh ke sana kemari. Sepertinya gadis berwajah manis itu mencari seseorang di antara sibuknya mahasiswa di awal tahun pelajaran. Dia tidak menyangka bahwa ternyata perpustakaan merupakan salah satu tempat favorit bagi para mahasiswa untuk mengerjakan tugas sekaligus mencari referensi untuk materi mereka.
Padahal kan mereka bias pakai Google
Claudia pun berjalan menembus lalu lalang mahasiswa tersebut saat melihat pria yang dicarinya sedang duduk di bangku tempat mereka bertemu dua minggu kemarin. Kali ini pria tersebut duduk tanpa ditemani oleh banyak buku seperti terakhir kali mereka bertemu, tetapi ekspresi santai dan tenang wajah tersebut tak pernah lepas dari ingatan Claudia.
Alvaro tampak duduk di bangku nya dengan posisi yang persis sama saat Claudia menemuinya minggu lalu. Wajah santai, kaos berkerah, mata yang tajam meneliti setiap baris kalimat dari buku yang dipegangnya, meskipun sekarang sepertinya bukan buku Sejarah Dunia yang Disembunyikan.
Gadis itu pun menggelengkan kepalanya sejenak, merasa déjà vu dengan apa yang dilihatnya barusan. Pria itu tak berubah sedikit pun seperti fotografi yang dipasang sebagai gambar latar belakang di laptop.
“Yo, sendirian aja nih?” Tanya Claudia begitu sampai di depan pria tersebut sambal meletakkan tasnya di atas meja yang sekarang kosong karena Alvaro hari ini tidak membawa banyak buku. Pria itu pun mengangkat pandangannya sebentar untuk melihat siapa yang menyapanya kali ini sebelum akhirnya kembali menuju ke buku berjudul Homo Deus yang dipegangnya.
“Oh… Kau ya” Sahut Alvaro dengan nada santai tanpa melepaskan pandangannya dari bukunya seolah tak peduli dengan kedatangan Claudia. Tapi gadis itu tampaknya sudah bisa sedikit memaklumi sikap Alvaro yang seperti itu. Dia pun mengeluarkan buku yang kemarin dipinjamnya dan kemudian meletakkan nya di depan Alvaro beserta MacBook yang entah kenapa dia keluarkan juga.
“Apa yang mau kau lakukan?” Tanya Alvaro tampak terkejut melihat Claudia mengeluarkan laptopnya dan mulai menyalakannya. Claudia hanya menatap laptop yang ada di depannya dengan santai sambal menunggu desktop MacOS muncul di layar laptopnya.
“Aku sudah membaca buku ini. Kali ini kita akan mendiskusikan beberapa hal” Jawab Claudia tegas sambil mengutak-atik sesuatu di dalam laptopnya. Alvaro tampak sedikit mengernyit melihat layar laptop Claudia.
“Ngomong-omong jika kau tidak tahu apa yang kulakukan, aku terinspirasi dari metode yang Santi lakukan untuk menganalisis berita media tentang Islam dari berbagai media popular dan mereka memang terlalu banyak mengacu pada satu sumber dengan volume berita yang besar. Dan hasilnya, di mesin pencari banyak bermunculan berita serupa dan membentuk stigma masyarakat seperti itu” Jelas Claudia cukup panjang lebar yang hanya dijawab dengan ‘Oh’ pelan oleh Alvaro.
“So, kamu mau mengikuti teknik analisis nya untuk melihat data tentang agama Katolik dan sejarahnya?” Tanya Alvaro sambil menutup bukunya dan melihat ke arah layar laptop Claudia yang sedang melakukan analisis data.
“Hampir benar. Aku hanya ingin menganalisis beberapa sumber pustaka dari buku ini dan mengaitkannya dengan beberapa agama besar yang dibahas dalam buku ini yaitu Yahudi, Kristen dan Islam. Hasilnya memang bisa ditebak sih, tetapi aku memerlukan angka” Kata Claudia sambil menyelesaikan analisis nya dan menampilkan sebuah grafik dari hasil analisis yang dia punya. Mata hitam milik Alvaro tampak menatap grafik tersebut dengan tatapan kosong dan bingung.
“Bisa kau jelaskan saja. Aku benar-benar tidak memiliki kemampuan yang bagus untuk membaca grafik dan angka. Selain itu, kenapa grafik milikmu begitu rumit begini sih” Kata Alvaro sebal. Wajah gadis itu tampak sebal dengan kritikan dari Alvaro.
Kenapa aku harus merepotkan diri untuk mengambil data yang bisa kau baca, dasar bodoh.
“Waktunya terbatas di sela-sela proyek yang padat sehingga aku hanya bisa menggunakan program tingkat sederhana seperti ini. Harusnya kau mengerti dong dengan beberapa hal seperti rata-rata, median dll kayak gini” Sungut Claudia.
“Ah… Sudahlah. Jelaskan saja kepadaku, aku akan mendengarnya” Kata Alvaro. Claudia pun menghela nafas mendengar sungutan dari Alvaro tersebut. Mungkin dia masih mencoba untuk mengusir rasa sebalnya kepada pemuda santai di depannya.
“So, aku mengambil beberapa tulisan dari buku sejarah populer yang beredar di pasaran. Kau bisa lihat beberapa kategori buku yang dijadikan referensi buat pendidikan, nonfiksi, fiksi sejarah di grafik yang ini. Buku sejarah untuk pendidikan memang terbilang cukup banyak, karena pasar mereka jelas dan tidak memerlukan banyak biaya penelitian untuk merancangnya, tetapi buku sejarah nonfiksi sangat langka” Jelas Claudia sambil menunjuk ke arah grafik yang menunjukkan sampel buku yang dia teliti.
“Hmm… Masuk akal. Lalu apa hubungan yang kamu temukan dari situ?” Tanya Alvaro.
“Buku sejarah pendidikan benar-benar buruk. Mereka memiliki tingkat kesamaan hampir 80%, dan itu artinya mereka tidak cukup layak untuk dijadikan skripsi. Selain itu, buku nonfiksi memiliki banyak hal yang beragam soal sejarah. Kau bisa melihatnya dalam diagram Venn yang rumit ini” Kata Claudia sambil memperlihatkan beberapa bola yang saling bersinggungan di dalam sebuah persegi panjang.
“Dan… Yang mengejutkan adalah, sekitar 75% hal bersinggungan memiliki kemiripan pembahasan. Kau bisa melihat topik apa saja yang dibahas dalam hal yang bersinggungan tersebut” Kata Claudia sambil memperbesar gambar bolanya.
“Wow… Seperti yang diduga. Abad pertengahan, kejayaan Islam, perang dunia dan beberapa masalah politik yang memengaruhi dunia” Kata Alvaro yang hanya dijawab dengan anggukan pelan oleh Claudia.
“Beberapa dari buku nonfiksi ini memiliki ciri khas tersediri, salah satunya adalah buku Sejarah Tuhan yang kupinjam ini. Dia memiliki banyak hal yang dibahas dan bersinggungan dengan cukup banyak buku terkenal lainnya, hanya saja dia memiliki sekitar 60% tulisan yang tidak terkait dengan buku terkenal lainnya. 75% dari tulisan orisinal tersebut mengambil referensi dari jurnal yang cukup kredibel dan sisanya adalah pendapat penulis” Jelas Claudia.
“So, apa yang bisa kamu simpulkan dari sini?” Tanya Alvaro dengan ekspresi santai. Sepertinya dia sudah bisa menarik insight sendiri dari data yang sudah dipresentasikan secara tidak resmi oleh Claudia kepadanya.
“Semua orang sepakat dengan sejarah tentang agama” Jawab Claudia dengan sedikit perasaan ragu dengan apa yang akan dia katakana.
“Bukan hanya itu. Kesepakatan masalah agama itu bisa terjadi, ketika hanya ada satu pihak saja yang menuliskan ceritanya. Ingatan manusia sungguh buruk, bahkan cerita mu saat kecil dan cerita orang tuamu saat kamu kecil itu pasti berbeda” Lanjut Alvaro.
“Cerita manusia dipengaruhi oleh banyak hal yang melibatkan emosi nya. Misal, kamu pasti akan memilih untuk melewati bagian dimana dirimu terlihat memalukan, bahkan mencegah orang lain mengatakannya. Fakta bahwa kebanyakan buku nonfiksi mengambil cerita tentang agama hampir mirip menunjukkan bahwa mereka semua sepakat untuk menyembunyikan fakta bersama, dan menampilkan fakta bersama juga. Apa yang mereka sembunyikan?” Tanya Alvaro. Claudia cuma mengangkat bahu. Dia bukan ahli sejarah, dia Cuma melakukan analisis data untuk mengambil keputusan dan menyajikannya kepada ahlinya.
“Mereka menyembunyikan kejelekan mereka sebagai sebuah tim, dan yang bisa melakukannya hanyalah tim yang menang. Seperti kata pepatah, pemenanglah yang akan menulis sejarah” Kata Alvaro. Claudia tampak terdiam sejenak begitu mendengar kesimpulan yang sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat dunia, hanya saja kali ini dia bisa menganalisis buktinya dengan data yang berhasil dia peroleh.
“So, hanya itu yang ingin kamu tunjukkan padaku?” Tanya Alvaro sambil kembali bersiap untuk membaca kembali buku yang berada di depannya.
“Ah, iya… Mungkin cuma itu saja sih” Jawab Claudia sambil mengambil laptopnya kembali dan kemudian mematikan laptop tersebut dengan wajah yang sedikit sebal.
Dasar… Ku kira dia akan sedikit terkesan dengan kerja kerasku. Tapi apa sih yang bisa kuharapkan dari pria santai pengangguran yang ada di depanku ini jika aku berhasil membuatnya terkesan.
“Apa kau sudah membaca bukunya?” Tanya Alvaro. Gadis itu pun mengangkat wajahnya sambil menatap Alvaro dengan tatapan polos.
“Sudah” Jawab Claudia singkat. Pemuda itu pun dengan santai menutup buku nya setelah meletakkan pembatas buku pada bagian yang sedang dibacanya barusan.
“Well…. Bagaimana pendapatmu tentang buku tersebut?” Tanya Alvaro sambil memasukkan bukunya tersebut ke dalam tas selempang yang dibawanya.
“Err…. Lumayan keren juga sih sebenarnya. Analisis yang dilakukan cukup berat dan bahasa penulisannya menunjukkan bahwa dia memang mengerti dan paham tentang berbagai macam sejarah yang ada pada agama besar di dunia, terutama pada Abrahamic Religion” Jawab Claudia sedikit gugup. Mungkin dia ragu dan takut kalo Alvaro akan mengkritik pendapatnya barusan.
“Hmmm… Pendapat yang bagus” Di luar dugaan, Alvaro tampaknya lebih pengertian dengan pendapat dari Claudia kali ini. Bahkan gadis itu pun sempat terkejut dengan ucapan dari Alvaro.
“Selain insight dari penulis seperti itu, apa yang bisa kamu dapatkan tentang agama yang kamu anut sekarang?” Lanjut Alvaro. Claudia hanya bisa memandang Alvaro dengan tatapan polos dan tidak mengerti dengan apa yang akan dia bicarakan.
Agama adalah kepercayaan, kalian tidak bisa menyuruh orang untuk seenaknya percaya dengan apa yang kalian percayai, meskipun Claudia juga masih yakin bahwa dia memiliki kewajiban untuk menyebarkan kebajikan dari agama Katolik kepada seluruh dunia, tetapi dia tidak bisa memaksaan kepercayaan itu.
Oleh karena itu, dia sangat tidak nyaman dan tidak begitu bebas untuk menyuarakan pendapat yang tergolong radikal dan bahkan cenderung rasial tersebut. Baginya dia hanya bertanggung jawab terhadap agamanya selama itu tidak mengancam hal orang lain.
“Ada perbedaan mendasar antara ajaran Katolik di zaman dahulu dengan zaman sekarang. Kurasa mungkin kebajikan Katolik ini berlaku universal untuk di semua zaman” Jawab Claudia setelah memikirkan matang-matang apa yang akan disuarakannya. Alvaro tampak tertawa kecil, seolah meremehkan jawaban dari Claudia.
“Jadi menurutmu membunuh penyihir adalah kebajikan?” Pertanyaan Alvaro membuat Claudia terdiam.
Abad pertengahan adalah sejarah paling gelap dalam sejarah Eropa. Waktu itu, Eropa memang membuat kemajuan sains yang cukup pesat ditandai dengan ilmuwan yang berbakat seperti Galileo, Copernicus, Newton dll.
Yang menjadi masalah adalah, abad itu juga merupakan abad yang dipenuhi dengan takhyul yang akan membuat anak kecil di masa modern ini tertawa ketika mendengar mitos dari mereka. Mereka memiliki budaya yang sungguh kejam seperti mengorbankan anak mereka sendiri, mengadu manusia, bahkan ada budaya untuk telanjang satu kota. Bukankah hal tersebut sungguh lucu?
Yang lebih lucunya lagi, saat itu kekuasaan politik berada di tangan gereja Katolik, organisasi yang saat ini menjadi tolok ukur kebajikan yang sama sekali berbeda dengan apa yang dikenal oleh Claudia di zaman modern.
Apakah gereja Katolik ber-evolusi setelah abad pertengahan? Apakah saat abad pertengahan mereka menafsirkan ajaran kebajikan Yesus secara melenceng? Atau apakah itu memang murni ajaran Yesus tetapi kemudian harus berubah seiring dengan perkembangan zaman dan toleransi dengan agama lain?
Sesuatu yang selama ini telah dianggap mutlak oleh Claudia sebagai ajaran kebajikan tak terbantahkan menjadi runtuh seketika ketika dihadapkan dengan sejarah Eropa pada abad pertengahan.
“Entahlah, mungkin memang seharusnya ada beberapa orang yang meresahkan dan membuat masalah sosial sehingga mereka perlu…. Emmm… Disingkirkan” Jawab Claudia terdengar tidak yakin dengan jawabannya sendiri.
“Mengorbankan satu orang untuk kebaikan orang banyak begitu ya” Gumam Alvaro sambil berpikir. Claudia hanya mengangguk pelan meskipun gadis tersebut tahu bahwa pendapat seperti itu tidak dapat dibenarkan untuk ajaran Katolik saat ini, kenapa hal tersebut dibenarkan pada saat itu.
Mengorbankan sebagian kecil orang untuk kebaikan merupakan sebuah ilusi yang secara matematis mungkin bisa dibenarkan, tetapi tidak menjamin bahwa banyak orang menjamin kebajikan akan tersebar.
“Perbuatan seperti itu seharusnya tidak etis bukan? Bukankah manusia memiliki kepentingan masing-masing?” Tanya Alvaro. Claudia menghela nafasnya mendengar jawaban Alvaro yang benar-benar sesuai dengan perkiraanya barusan. Gadis itu pun mengangkat bahunya pasrah dengan apa yang diucapkan oleh Alvaro.
“Yap… Aku sendiri tidak tahu dengan hal tersebut” Kata Claudia sambil mengangkat bahunya. Alvaro tampak menatap gadis tersebut dengan heran sebelum akhirnya pemuda dengan ekspresi santai itu hanya tertawa kecil melihat ekspresi pasrah dari gadis di depannya.
Claudia melihat Alvaro dengan wajah heran sebelum akhirnya berubah menjadi sedikit sebal dengan suara tawa Alvaro yang seolah meledek pengakuan ketidaktahuannya. Pemuda itu pun berhenti terkikik kecil kemudian menyeringai ke arah gadis tersebut sambil menyunggingkan seulas senyuman sinis.
“Lucu sekali melihatmu melakukan hal tersebut seolah itu merupakan hal yang paling memalukan yang pernah kau lakukan” Ledek Alvaro. Beberapa saat kemudian pemuda itu pun berdeham pelan untuk menghilangkan sisa tawa dalam tenggorokannya sebelum akhirnya kembali memasang ekspresi santai miliknya.
“Tidak tahu bukanlah sebuah hal yang memalukan. Bagiku tidak tahu adalah sebuah pengakuan akan kemauan kita untuk belajar” Kata Alvaro sambil menyunggingkan seulas senyuman lemah, tapi tulus. Claudia tampak terdiam mendengar ucapan dari Alvaro tersebut.
Baginya, kata tidak tahu adalah sebuah tanda kelemahan.
Tanda bahwa dia tidak maksimal dalam mempelajari suatu hal karena kelalaiannya sendiri.
“So, aku sendiri juga tidak tahu apa pun tentang agama yang paling benar. Mungkin kita harus mencari tahunya bersama-sama” Kata Alvaro, kali ini dengan senyuman yang berbeda dari senyum santai yang bisa disunggingkannya.