Epilog 5.4: Mengerikan
Karma’s POV
13 Agustus 2021
“Aduh… Sial, kenapa harus berlagak sih” Kataku sambil merebahkan sekujur tubuhku yang masih terasa nyeri karena kelelahan setelah bermain sepak bola bersama murid-muridku. Sudah lama sekali sejak aku bermain sepak bola bersama dengan teman-temanku, dan bermain bersama dengan muridku yang benar-benar penuh semangat memberikan rasa yang khas tersendiri.
Rasa capek yang begitu besar. Kayaknya memang aku sudah mulai tua deh.
Apalagi di tambah keadaan lapangan yang benar-benar mengenaskan sehingga aku secara tidak sengaja mengupas kulit telapak kakiku dan berjalan dengan terpincang-pincang sampai aku berada di rumah. Dan kemudian di sinilah aku, terbaring lemah di atas ranjangku sambil mencoba untuk tidur.
Tapi seberapa dalam pun aku memejamkan mataku, entah kenapa detak jantungku masih belum bisa turun dengan normal sehingga membuatku tetap terjaga dan merasakan bahwa ternyata tempat tidurku sendiri terasa sangat tidak nyaman. Berkali-kali aku mencoba untuk mengubah posisi tidurku untuk mencari ketenangan dan agar aku bisa tidur nyenyak untuk persiapan hari pramuka besok, tetapi hasilnya nihil. Aku masih saja berusaha bolak-balik hanya untuk merasakan bahwa degup jantungku makin lama makin kencang seolah aku sedang menonton film horor.
Apa jangan-jangan memang kamarku ini sudah menjadi kamar horor?
Tentu saja tidak. Aku tahu apa penyebab dari aku tidak mau tidur seperti sekarang ini, aku hanya masih belum mampu untuk mengatasi perasaan aneh ini karena yang menyebabkan aku tidak bisa tidur adalah perasaan dan harapanku sendiri.
Oke, mungkin saja kalian merasa aku mulai meracau tidak jelas karena aku tidak bisa tidur dan berhalusinasi dengan apa pun yang sedang aku bicarakan, tetapi aku benar-benar sadar dengan apa yang aku katakan sekarang ini.
Mungkin saja aku memang lagi cemburu.
Tapi masalahnya adalah, aku tidak tahu apa yang membuatku cemburu.
Mungkin kalian merasa sedikit bingung kenapa aku tiba-tiba saja berkata demikian tanpa menceritakan kejadian sebelumnya. Jadi secara singkat akan kuceritakan kejadian yang berada di kelas ketika aku memasuki kelas tadi siang.
Inti kejadiannya adalah, waktu itu ada dua orang anak yang sedang bertengkar dan aku sendiri tidak begitu tahu apa yang mereka permasalahkan. Nama mereka adalah Intan dan juga Rose. Beberapa hari sebelumnya aku pernah mengobrol sendirian dengan Intan di kantor sehingga banyak murid yang menyebarkan rumor bahwa aku menyukai Intan dan mereka sekelas meledekku tadi sore.
Tetapi Intan sepertinya menyukai Amir, cowok kelas sebelah dan kemudian dengan terang-terangan dia berseru bahwa dia lebih memilih Amir daripada aku. Entah mengapa waktu itu tiba-tiba saja aku merasa sangat bersemangat untuk bermain bola bersama dengan Amir untuk menunjukkan kemampuanku dan …
Malamnya aku merasa begini.
“Sial…” Gumamku kesal sambil berusaha untuk duduk dan melihat ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul satu malam, dan aku masih belum tidur. Apa yang harus aku lakukan?
Aku pun berdiri dari tempat tidurku dan kemudian mengambil sebuah buku yang belum selesai aku baca dan membacanya.
-0-
14 Agustus 2021
“Akhirnya kelar juga… Kenapa Bu Sri minta videonya diulang beberapa kali sih. Memangnya dia pikir semua orang ingin terus direkam seperti dirinya apa” Gerutuku sambil merebahkan diriku di atas kursi yang berada di kantor.
“Ya… Kalo jelek memang harus diulangi sih, kan gak enak juga jika hasilnya jelek” Sahut salah seorang teman sejawatku yang sekarang sedang duduk di lantai sambil bermain ponselnya. Aku pun hanya memutar bola mataku pelan mendengar komentarnya tersebut. Menurutku video hari pramuka juga harusnya tidak bagus-bagus amat.
“Karma, apa kau percaya dengan yang tak terlihat?” Tanya temanku tersebut secara tiba-tiba. Namanya Feni, dia dua tahun lebih tua dariku. Orangnya cukup terbuka dengan semua masalahnya dan terkadang tiba-tiba saja membicarakan hal random yang tidak pernah aku perkirakan sebelumnya. Termasuk saat ini yang tiba-tiba saja dia mengatakan tentang sesuatu yang tidak terlihat.
Wajar sih mungkin bila dia ketakutan karena beberapa waktu yang lalu ada orang yang mengaku bisa melihat sesuatu yang tidak terlihat itu dan berkata bahwa ada yang mengikuti Feni. Tentu saja itu bikin dia panik setengah mati dan bertindak hal-hal yang menurutku tidak masuk akal. Aku sih merasa wajar jika dia merasa degup jantungnya tiba-tiba menjadi lebih cepat, nafasnya tidak beraturan dan mungkin pikirannya dipenuhi oleh ketakutan, tetapi yang menjadikannya tidak wajar adalah tingkahnya yang lama-lama tidak masuk akal.
“Maksudnya bakteri gitu? Atau yang lebih kecil deh, kita kan juga gak bisa melihat atom” Kataku berkelakar. Feni adalah guru IPA sehingga aku merasa bahwa aku harus melempar sebuah lelucon yang sesuai dengan IPA, tapi tampaknya itu juga tidak berhasil.
“Tahu gak sih, anak sini katanya loh ada yang bisa melihat yang seperti itu” Wow… Sebuah fakta baru kembali memasuki otakku dan membuatku menjadi penasaran dengan anak tersebut.
“Siapa?” Tanyaku dengan nada antusias.
“Rose” Sahutnya singkat saja. Sebuah kenangan kecil segera menyerang benakku saat aku mendengar nama tersebut. Kenangan tentang anak tersebut yang tampak merasa ketakutan ketika Intan tiba-tiba saja memarahinya dan juga kenangan menyebalkan tentang aku yang tidak bisa berbuat apa-apa kecuali hanya tersenyum geli melihat tingkah bocah tersebut. Juga kenangan tentang kemarin yang tiba-tiba saja aku merasa kesal sekaligus bersemangat sehingga aku memutuskan untuk meninggalkan kelas dan bermain futsal bersama anak kelas sebelah.
Juga ingatan tentang buku yang semalam aku baca untuk mengusir rasa stresku yang aku sendiri tidak tahu apa penyebabnya. Tetapi buku tersebut membuahkan hasil yang cukup bagus untuk pemikiranku tentang hubungan.
Buku itu bercerita bahwa kita tidak bisa membuat semua orang tertarik dengan kita. Itu bukan hal buruk, malah bisa dibilang itu adalah hal bagus agar kita tidak berharap bahwa kita bisa menjadi pangeran sempurna di dunia sehingga bisa memilih wanita mana yang bisa kita jadikan pendamping. Penolakan dan rasa tidak suka dari perempuan itu sangat berguna agar kita tidak memilih perempuan yang salah dan menyesal seumur hidup kita.
Yang aku baca kemarin adalah tentang apa yang disebut dengan demografi, yaitu analisis tentang perempuan mana yang akan tertarik dengan kita dan juga bagaimana kita bersikap jika kita memang ingin mencari perempuan yang seperti itu. Misal, jika kita ingin mencari seorang perempuan terpelajar dan berfokus pada karier, maka jangan mencarinya di diskotek, cari dia di seminar-seminar motivasi atau di perpustakaan kampus. Selain itu demografi juga bisa mengajarkan kepadaku bagaimana seharusnya kita bersikap jika ingin mengomunikasikan kehendak kita pada seorang cewek.
Hm… Tampaknya dengan membicarakan ini dengan kalian aku mendapatkan sesuatu yang berguna.
“Mau kupanggilkan anaknya sebentar?” Tanyaku kepada Feni. Perempuan itu pun mengangguk dan aku pun berjalan menuju ke arah mikrofon dan memanggil anak tersebut melalui pengeras suara. Tak lama kemudian, bocah itu pun datang dengan ekspresi malu-malu sekaligus takut. Entah takut karena aku yang memanggil atau takut karena ada Bu Feni yang terkenal galak saat itu.
“Duduk dulu sini, Rose” Kataku sambil menepuk tempat duduk yang berada di depanku dan kemudian bertukar tempat dengan Feni sehingga sekarang aku yang duduk di belakang karena Feni yang akan mewawancarai Rose.
Aku tidak terlalu memperhatikan apa yang mereka bicarakan karena aku memiliki rencana tersendiri. Aku pun menunggu mereka berdua selesai membicarakan hal gaib tersebut sambil melihat-lihat ponselku.
Ponselku tidak terlalu sibuk sih sehingga aku hanya iseng saja membuka beberapa aplikasi, melihat-lihat chat dan juga melihat pengumuman di grup. Kepala sekolah tampaknya baru saja mengirimkan video yang baru saja di ambil untuk menyemarakkan hari pramuka di grup sehingga aku menyempatkan diri untuk membukanya.
Itu hanya sebuah video pendek yang berisikan bahwa kami mengucapkan selamat hari pramuka dan semoga pramuka Indonesia tetap maju dan… aku tidak memperhatikan apa yang mereka bicarakan sih. Tetapi yang aku perhatikan adalah bagaimana aku bergaya pada waktu berada di video.
Aku tampak begitu mengerikan.
Aku sendiri bahkan tidak sadar bahwa jika aku melihat ke arah diriku yang berada di video itu, aku pasti akan langsung mengira bahwa diriku hanya orang malas yang omongannya tidak bisa dipercaya. Dan kemudian aku mengira bahwa orang lain akan mencoba mencari tahu apa kelebihanku selain dari penampilanku yang kurang meyakinkan? Jika dari luar saja aku terlihat seperti orang yang kurang terawat seperti itu, bagaimana aku bisa mengungkapkan apa yang berada di dalam pikiranku yang menakjubkan ini?
Aku pun terdiam memikirkan apa yang berada di dalam pikiranku. Apakah sekarang mungkin saatnya aku harus mengubah penampilanku? Meskipun aku sendiri merasa malas dengan semua hal yang membosankan seperti memakai sabun muka, menata rambut dan hal membosankan lainnya. Aku hanya ingin bisa mengembangkan pikiranku seluas yang aku bisa untuk menerima semua pengetahuan yang ada di dunia ini.
Tapi buat apa juga pengetahuan bila ternyata orang tidak mau mendengarkanku hanya karena aku tidak pernah berdandan dengan rapi, terlalu banyak makan sehingga obesitas dan juga diremehkan hanya karena penampilanku berantakan? Siapa juga orang yang mau mendengarkan sesuatu dari orang yang berantakan?
Dan yang terpenting lagi, bagaimana aku bisa berharap bahwa dia bisa mengintip kecemerlangan dalam pikiranku jika aku tidak membuka jendela diriku kepadanya? Sama seperti rumah yang memiliki perabot yang bagus tidak akan ditinggali jika pekarangannya berantakan, pintunya sudah kusam dan temboknya dipenuhi dengan lumut. Orang pintar sekalipun tidak akan dihargai jika tidak bisa memperlihatkan apa yang sudah mereka capai selama ini dengan penampilan mereka.
Aku pun menghela nafas pelan ketika aku memikirkan hal tersebut dan mulai mencari cara agar aku bisa berubah dan merasa tidak malas untuk berubah. Pertama, perubahan harus dimulai dari hal kecil yang rutin sehingga tidak membebani kita semua. Selain itu, perubahan juga dianjurkan untuk tetap mengedepankan apa yang kita senangi sehingga kita bisa senang saat kita melakukan suatu perubahan tersebut.
Jika mengikuti dua aturan di atas, aku bisa bilang bahwa aku sangat suka belajar dan juga mengembangkan pikiranku untuk belajar sesuatu yang baru. Membaca adalah hobiku, tetapi jika aku terus menerus membaca maka aku tidak akan sempat untuk menerapkan bacaan tersebut sehingga aku harus bergerak. Bergerak selagi terus menerus membaca untuk bisa memberikanku semangat saat aku bergerak…
“Tentu saja” Gumamku ketika aku menemukan apa langkah pertamaku untuk berubah kali ini. Aku pun membuka sebuah website toko online untuk mencari sepeda agar aku bisa bersepeda selagi mendengarkan buku yang dibacakan untukku. Aku kira ini adalah awal yang tepat untuk berubah menjadi sedikit lebih keren.
“Ya sudah Rose, terima kasih ya sudah bercerita tentang ini” Aku pun mengangkat pandanganku ke arah murid yang sekarang sedang tersenyum kecil tersebut dan bersiap untuk kembali menuju kamarnya. Aku pun ikut berdiri dan menghampiri anak kecil tersebut ketika dia berada di depan pintu kantor.
“Rose” Panggilku. Anak kecil itu pun menoleh ke arahku dengan wajah penasaran sekaligus takut-takut.
“Iya, pak?” Katanya. Aku pun mengurungkan niatku untuk menanyakan sesuatu padanya begitu melihat ekspresinya yang masih gugup dan terlihat takut tersebut. Kurasa aku tidak bisa menanyakan hal ini langsung kepadanya, tetapi tidak lucu dong jika aku harus mengatakan bahwa aku tidak jadi memanggilnya. Apalagi dia sudah berbalik dan menatapku dengan tatapan lucunya tersebut.
“Hm… selamat ulang tahun ya” Kataku akhirnya begitu menemukan suatu hal kecil. Siang tadi aku mencoba untuk mengarsipkan kembali beberapa berkas administrasi agar aku tidak terlalu repot waktu ujian tengah semester nantinya dan secara kebetulan juga aku menemukan bahwa Rose berulang tahun hari ini, jadi… mungkin itu bisa digunakan sebagai pengalih perhatian juga.
“Ha… Bapak tahu dari mana hari ulang tahun saya” Katanya dengan nada terkejut begitu mendengar hal tersebut. Aku pun hanya bisa tersenyum kecil mendengar keterkejutannya tersebut. Jangankan ulang tahunmu, ulang tahun seluruh siswa di sini aku juga tahu.
“Rahasia dong. Kamu mau coklat?”