Chapter 3.2: Berubah
Jasmine’s POV
12 Juli 2021
“Lama banget sih ini anak balasnya” Gumamku dengan nada sedikit kesal entah pada siapa. Sudah sekitar lima belas menit aku menunggu balasan dari seseorang yang bisa dibilang cukup berharga bagiku.
Ding…
Seolah memiliki mata dan juga jiwa sendiri, tangan kananku langsung bergerak cepat untuk mengambil ponsel tersebut dan kemudian membukanya tepat di depan wajahku. Sedikit perasaan menyesal timbul ketika aku melihat bahwa ternyata bukan notifikasi darinya yang aku dapatkan, melainkan dari salah seorang teman cewekku yang sepertinya sedang kasmaran. Curahannya bikin kesal banget deh dan aku yang harus mendengarkannya.
Duh… Kayak anak kecil saja deh.
Dalam hati aku sedikit tertawa karena mungkin jika aku memiliki teman yang benar-benar bisa aku percaya aku pasti akan menjadi menyebalkan seperti dirinya juga. Tetapi entah kenapa sangat sulit bagiku untuk percaya dengan manusia lain, kecuali dirinya.
Dia membuatku benar-benar nyaman dan bisa membicarakan banyak hal dengannya, meskipun sekarang tiba-tiba saja dia menghilang tanpa jejak. Aku sudah terbiasa sih dengan gayanya yang tidak terlalu cepat dalam membalas pesan, tetapi entah mengapa aku selalu menunggu balasan pesan darinya tanpa kenal lelah, meskipun aku sendiri merasa kesal untuk menunggu.
Itu sebenarnya lebih baik sih, daripada aku harus menunggu waktu yang tidak pasti saat aku masih berada di boarding school. Bagi kalian yang masih belum tahu apa itu boarding school, itu semacam pondok pesantren, tetapi dengan bahasa yang lebih keren. Dalamnya sama saja.
Kelas cowok dipisah dengan cewek, tidak boleh membawa ponsel, setiap hari harus bersih-bersih halaman, makan harus mengantre dan para santri yang selalu terbiasa untuk meminjam tanpa permisi. Tidak ada bedanya dengan pesantren selain dari namanya saja.
Aku bertemu dengannya saat aku masih pertama kali masuk sekolah dulu. Bisa dibilang anaknya sedikit pemalu dan mungkin juga terlalu percaya diri dengan penampilannya sendiri. Penampilannya memang terlihat keren sehingga membuat siapa pun akan memandangnya ketika dia lewat, tetapi secara pribadi dia mengatakan bahwa dia tidak mau menarik perhatian sehingga sering kali aku melihatnya mengenakan masker untuk menutupi wajahnya yang keren.
Untuk urusan otak, bisa dibilang kami setara, sama-sama berada di papan bawah. Itu tidak masalah bagiku, karena kebanyakan anak yang pandai itu terlihat culun dan tidak keren. Bayangkan saja orang dengan mata yang terlihat lelah karena terlalu banyak belajar, di belakang kacamata tebal yang membuat matanya makin kecil, rambut awut-awutan yang jarang sekali disisir dan kemudian baju yang berantakan.
Kalian tahu siapa yang sedang kubicarakan?
Aku membicarakan salah seorang guruku. Ssstttt… Jangan bilang siapa-siapa jika aku pernah bilang seperti ini kepada kalian, tetapi jika kalian melihat guruku kalian mungkin juga akan berpendapat sama denganku. Dia adalah pria aneh yang tidak bisa ditebak apa yang ada di dalam pikirannya. Jika kalian pernah berteman dengan orang yang tidak jelas, maka kalian akan menemukan seseorang yang lebih parah daripada teman kalian.
Kalian bisa melihat orang yang sama sekali berbeda hanya dalam waktu beberapa menit saja. Dia bisa menjadi orang cuek yang hanya peduli dengan laptop yang berada di depannya. Dia bisa juga menjadi orang yang tiba-tiba suka mengomel sambil membawa penggaris untuk mengancam siapa pun yang mengganggunya. Dia juga terkadang menjadi orang sok baik yang membagikan sesuatu kepada murid-muridnya.
Pokoknya jika kalian mengenalnya, kalian akan mendapatkan banyak sekali versi dirinya. Cuma satu yang tidak berubah darinya, penampilannya seperti orang gila.
Kenapa aku jadi membicarakan orang itu sih? Bukankah seharusnya hari ini dia sudah membalas pesanku? Kenapa dia sekarang tidak membalasnya? Apa jangan-jangan…
Ding…
Tanganku kembali memperoleh jiwanya. Mungkin saja bunyi notifikasi dari ponsel membawa nyawa tersendiri sehingga tanganku pun langsung mengambil ponsel tersebut untuk melihat siapa yang sedang mengirim pesan kepadaku.
Yes… Kali ini benar-benar dari dia.
Aku pun membaca sebaris pesan yang berasal dari orang spesial tersebut.
…
Apa? Apa maksudnya ini?
Otakku membeku begitu membaca beberapa baris pesan yang dia kirimkan. Selama beberapa detik kemudian aku hanya terdiam sambil mencoba mencerna kata-kata yang sudah dia keluarkan. Tidak, tidak, dia tetap menggunakan kata-kata bahasa Indonesia yang baik dan benar, tetapi yang membuatku terdiam adalah apa maksudnya mengirimkan hal seperti ini.
Halo, maaf banget aku baru balas.
Hmmm… Gimana ya bilangnya ya, kadang aku merasa bahwa kamu menganggapku lebih dari sekedar teman
Dan entah kenapa juga itu membuatku sedikit tidak nyaman juga sih
Entah karena aku terlalu percaya diri atau apa, tetapi sebelum kita melangkah terlalu jauh mungkin saja aku bisa memberi peringatan saja dulu.
Maksudnya dia apa sih mengirim seperti ini? Entah mengapa saat kita sedang berada di sosial media, kita merasa lebih percaya diri saja. Dia mungkin saja mengatakan hal tersebut karena dia merasakan sesuatu dan bisa mengetikkannya secara langsung tanpa merasa canggung karena dia tidak perlu malu jika aku melihat seperti apa ekspresinya saat mengatakan hal tersebut.
Aku juga merasa seperti itu. Jika saja dia mengatakan hal tersebut secara langsung kepadaku, tentu saja aku akan membeku sejenak, memikirkan kembali kata-katanya dan kemudian terdiam seribu bahasa.
Tetapi tidak ketika aku sedang chat.
Maksudmu?
Dengan cepat aku membalas chat tersebut dan langsung dibaca olehnya. Tentu saja aku tidak membuang kesempatan untuk memikirkan hal tersebut terlalu lama, karena pastinya dia akan segera menaruh ponselnya dan pergi ke tempat lain.
Ya… Kita hanya teman, begitu saja
Sebuah ucapan yang singkat, tetapi begitu terasa di hatiku. Teringat kembali olehku bagaimana dia memperlakukanku saat aku sedang berada di asrama.
Bagaimana dia selalu tertawa kecil sambil menutupi wajahnya yang sedang malu saat sedang berbincang denganku. Atau bagaimana dia selalu mengalihkan pembicaraannya ketika temannya mulai menggodanya. Atau ketika dia dengan wajah yang begitu menggelikan langsung melarikan diri begitu dia memberikanku sebatang coklat kecil karena melihat ada teman-temanku yang sedang bersembunyi di sana.
Dan kemudian dia berkata bawa kami hanya teman? Ke mana semua sifat lucumu kemarin?
Terserahlah
Aku pun langsung membanting ponselku di atas kasur sambil kemudian menutupi wajahku dengan bantal agar aku tidak meneteskan air mata. Tetapi sepertinya keran air mataku sudah bocor sehingga airnya menetes begitu saja tanpa bisa aku bendung.
Apaan sih, lemah banget. Baru seperti ini saja menangis. Dasar cengeng.
Ucapan motivasiku terhadap diriku sendiri tampaknya masih belum bisa menimbulkan efek apa-apa selain air mataku yang semakin deras karena menyadari betapa cengengnya diriku sendiri. Kenapa aku terlalu berharap juga sih? Kenapa aku harus memendam perasaan hanya karena sebatang coklat? Apakah sebatang coklat memang mampu membeli perasaan seorang cewek?
Pemikiran-pemikiran tentang betapa bodohnya diriku membuat air mataku semakin deras, bahkan sekarang aku sudah bisa merasakan hidungku basah dan nafasku menjadi sesenggukan. Aku pun sedikit menggigit bibir bawahku agar tidak ada yang mendengarku sedang menangis terisak. Malu banget jika harus menangis karena cowok.
Selama beberapa menit aku terdiam sambil menahan isakku agar tidak terdengar sampai keluar kamar, Setelah yakin semuanya sudah berhenti, aku pun mengambil kembali ponselku dan kemudian melihat apa yang akan dibalas olehnya dan emosiku kembali dipermainkan ketika melihat dua buah centang biru di chat nya.
Entah apa yang aku pikirkan saat itu, tetapi tanganku seolah memiliki jiwanya sendiri dan kemudian beralih menuju ke jendela status dan kemudian kuketik kata-kata untuk meluapkan segala macam emosiku…
Cowok brengsek, semua cowok sama saja
Aku pun kemudian langsung melempar ponselku kembali dan berlagak tidak peduli dengan apa yang akan dikatakan olehnya saat melihat statusku. Tetapi kecuekanku sepertinya tidak bertahan meskipun hanya satu menit saja, aku pun kembali melihat layar ponselku untuk melihat apa yang dikatakan olehnya. Mataku sedikit terkejut ketika melihat bahwa yang membalas ternyata bukan dia, tetapi seseorang yang benar-benar tidak aku sangka.
Kenapa kau?