Chapter 3.1: Bosan
Romi’s POV
10 Juli 2021
“Duh… Kenapa akhirnya jelek banget sih” Gerutuku sambil menutup layar laptop milikku dengan kesal. Aku baru saja selesai menonton episode terakhir dari salah satu anime yang sangat aku sukai… pada awalnya. Tetapi begitu melihat akhir yang begitu menggantung tersebut aku merasa bahwa aku menyia-nyiakan waktuku melihat anime aneh seperti ini. Tetapi sebenarnya aku tidak terlalu menyesal juga sih karena aku sendiri sudah kehabisan film yang bisa kutonton. Daripada harus menganggur tanpa melakukan apa pun, menonton anime adalah hal yang paling cocok untuk membuang kesuntukan.
Bicara tentang suntuk, liburan akhir tahun masih baru berjalan selama seminggu dan aku sudah menonton semua koleksi anime yang berada di laptopku. Aku juga sudah bermain beberapa game online, dan itu tidak membangkitkan gairahku sama sekali sekarang. Entah kenapa aku merasa sangat hampa sekali menjalani liburan kali ini.
Aku pun melemparkan tubuhku ke atas ranjang yang berada di sudut kamarku dan berbaring telentang sambil menatap langit-langit. Liburan tinggal seminggu lagi, apa yang bisa aku lakukan ya?
Oh, mungkin aku lupa memperkenalkan diri. Namaku Romi dan aku adalah salah seorang siswa SMK di salah satu sekolah yang menerapkan sebuah sistem yang namanya Boarding School. Terdengar keren bukan? Dulu aku bisa bangga dengan sebutan tersebut, tetapi setelah memasuki lingkungan sekolah boarding school perasaanku benar-benar seperti bulu yang terombang-ambing di tengah lapangan.
Sistem sekolah boarding school ini bisa dibilang adalah sekolah yang benar-benar sehari penuh, bahkan tidak hanya sehari penuh, aku bisa sekolah sebulan penuh tanpa harus pulang. Boarding school menyediakan asrama untuk muridnya menginap sambil terus mengontrol kebiasaan muridnya selama tidak sekolah. Mirip dengan sistem pesantren lah, hanya saja kita tidak fokus dengan ilmu agama saja, tetapi juga ilmu yang lain.
Dan kalian tahu, semua guru yang ada di boarding school itu sepertinya hanyalah kumpulan orang tua paranoid yang membatasi segala kesenangan anak muda karena curiga dan selalu bilang kalo ini dilarang itu artinya ini tidak baik bagi kalian.
Tidak boleh menonton film, tidak boleh membawa ponsel, tidak boleh membaca novel, tidak boleh terlalu dekat dengan cewek, tidak boleh ini dan tidak boleh itu. Terkadang aku berpikir bahwa aku seperti seorang bekas kriminal yang mana setiap perbuatanku berpotensi besar untuk melanggar hukum. Terdengar sangat menyebalkan, bukan?
Tetapi sistem boarding school ini benar-benar bisa membuat kita saling terhubung dengan teman-teman kita yang lain. Jika kalian adalah siswa sekolah, kalian mungkin hanya akan bertemu dengan teman kalian selama beberapa jam saja sehari. Meskipun kalian adalah orang yang suka keluyuran, pesta tiap malam, bahkan menginap di rumah teman kalian, tetap saja kalian tidak bisa mengalahkan hubungan yang bisa dibangun dengan sistem boarding school ini. Kalian bisa terus terhubung dengan teman kalian minimal selama seminggu penuh, tanpa ada gangguan dari orang tua yang memarahi kalian jika kalian berpesta terlalu malam.
Dan itulah yang membuat liburan kali ini benar-benar membosankan.
Aku benar-benar sudah melakukan apa pun yang bisa kulakukan sendirian selama seminggu terakhir ini. Aku sudah bermain game, menonton anime, mencoba untuk bersenang-senang di beberapa tempat wisata. Tetapi tidak ada hal yang bisa mengalahkan kerinduanku pada waktu bersama dengan temanku.
Apa aku coba berkunjung ke asrama saja ya?
-0-
“Kamu belum pulang juga ya? Apa saja yang kamu lakukan selama tiga hari?” Kataku begitu melihat salah seorang dari temanku yang sedang duduk di depan asrama sambil memegang ponselnya dengan keadaan miring. Sepertinya kalian sudah menduga apa yang dilakukan oleh seorang cowok jomblo yang sedang memasang ponselnya dengan keadaan miring di depan asrama.
Dia pasti sedang bermain game.
“Tunggu travel dulu. Kau kira aku akan pulang dengan jalan kaki?” Sungutnya sambil terus memperhatikan layar ponselnya tanpa mengalihkan perhatiannya kepadaku. Dasar… Tidak sopan sekali.
“Dan kau juga, apa yang kau lakukan di sini? Bukannya kau seharusnya bersenang-senang di rumah?” Sebuah suara datar memasuki telingaku dan membuatku menengok ke arah suara yang berasal dari seseorang yang berdiri dengan wajah datar di depan kantor. Kenapa orang ini juga masih di sini?
“Loh pak, memangnya kalo libur guru masih masuk ya?” Tanyaku dengan nada yang bisa dibilang kurang ajar pada guru tersebut. Guru yang berada di depanku kali ini adalah Pak Karma, beliau guru yang mengajar komputer. Tetapi entah mengapa meskipun aku benar-benar tertarik dengan apa yang disebut dengan komputer, aku selalu saja tidur saat dia menjelaskan pelajaran. Ya… memang mendengarkan adalah hal yang sangat membosankan sih. Aku lebih suka untuk langsung mempraktikkan apa yang aku pelajari dari bacaanku sendiri dan kemudian belajar dari kesalahanku sendiri.
“Masuk dong, kalo gak masuk siapa juga nanti yang jaga asrama” Sahut Karma sambil berjalan dan kemudian menyalamiku. Maaf kalo mungkin aku tidak sopan, tetapi dalam pikiranku aku lebih suka untuk memanggilnya dengan sebutan Karma tanpa embel-embel ‘pak’. Soalnya sepertinya dia juga tidak mau dianggap sebagai bapak-bapak.
“Eh, Rom. Minta WiFi nya dong. Paket internetku lagi sekarat ini, nanti kalo di mobil aku gak bisa buka Instagram bagaimana dong?” Rengek temanku yang secara ajaib langsung mengalihkan perhatiannya. Aku yakin dia baru saja menerima SMS bahwa paket internet nya sebentar lagi akan habis sehingga dia langsung meminta WiFi kepadaku.
“Minta sama Pak Karma ini saja” Kataku seenaknya sambil menunjuk guru yang berada di depanku. Guru itu pun hanya memutar bola matanya pelan sambil kemudian mengalihkan pandangannya menuju ke asrama putri. Tidak seperti biasanya, asrama putri kali ini benar-benar sepi seperti tidak ada kehidupan sama sekali, dan memang kenyataannya seperti itu.
Eh… Enggak juga ding. Masih ada beberapa orang yang juga menunggu travel bareng temanku yang sekarang sedang bermain game ini.
“Enggak ada Rom. Mbak Dita sudah pulang” Celetuk temanku tersebut ketika melihat bahwa aku sedang melirik ke arah asrama putri. Aku pun melengos ke arah temanku yang sepertinya masih fokus dengan ponselnya lagi dan kemudian mengalihkan perhatianku kepada guruku yang… sepertinya sedang menatapku dengan tatapan tajam.
Sial… sepertinya dia menekan tombol yang salah.
“Kamu lagi mencari Dita?” Tanya Karma.
“Enggak, enggak, ngapain coba” Kataku sambil menggelengkan kepalaku, mencoba untuk memberikan penegasan bahwa aku tidak mencari kakak kelasku tersebut. Karma hanya menatapku dengan tatapan datar sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya. Aku pun merogoh sakuku setelah merasakan sebuah getaran kecil beserta suara notifikasi dari WhatsApp dalam ponselku.
Beberapa dari kalian mungkin lebih suka untuk menyetel ponselnya dengan keadaan diam sehingga tidak terganggu, tetapi aku menyetel agar ponselku berbunyi saat ada orang penting yang mengirimkan WhatsApp. Jadi, sekarang sepertinya orang penting tersebut sedang mengirimiku WhatsApp.
“Itu si Lia kelas 8?”
Whoa… Sejak kapan dia melihat ke arah layar ponselku.
“Apaan sih, Pak” Aku pun refleks langsung menjauh dari guru kepo tersebut dan kemudian kembali memasukkan ponselku menuju saku celanaku setelah membalas WhatsApp dari orang penting tersebut. Karma hanya memandangku dengan tatapan yang sedikit aneh sebelum akhirnya kembali memandang ke arah asrama putri. Lima orang cewek tampak sedang bersenda-gurau di depan asrama putri dengan berbagai macam tas yang berada di sekitar mereka. Sepertinya mereka sudah siap untuk pulang.
“Travel nya datang jam berapa sih?” Tanya Karma kepada temanku yang masih sibuk dengan ponsel dan game nya.
“Setengah jam lagi mungkin” Jawabnya cuek.
“Kalo begitu aku mau masuk dulu saja, nanti kalo butuh apa-apa ke kantor aja” Kata Karma sambil kemudian berjalan memasuki kantor. Aku hanya bisa melihat ke arahnya sambil sedikit penasaran dengan apa yang dia pikirkan.
Jujur saja, aku tidak begitu mempermasalahkan jika dia tahu aku dekat dengan siapa dan juga punya hubungan apa. Dia sepertinya tidak begitu peduli dengan hubungan antar siswanya. Tidak seperti guru lain yang sepertinya selalu mencampuri urusan orang lain, suka mengatur apakah aku harus suka sama dia, aku tidak boleh suka sama dia, aku boleh berhubungan sama dia, tapi tidak boleh begini dan begitu.
Ini hidupku, dan aku ingin bertanggung jawab dengan kehidupanku sendiri.
Tetapi entah kenapa pandangannya jadi lain ketika ada yang membahas tentang salah seorang kakak kelasku yang bernama Dita. Mungkin sama juga seperti dia, aku tidak begitu peduli dengan siapa suka sama siapa dan gosip yang beredar di kalangan teman-temanku, tetapi tidak masalah juga kan jika dia menyukai muridnya sendiri.
Toh, aku juga bukan saingannya.
Kehidupanku adalah kehidupanku, untuk apa aku harus mengurus orang lain?