Mentari pagi tampak mengintip di ufuk timur dan menyinarkan sedikit saja sinar hangatnya seolah dia masih terlalu mengantuk untuk melepaskan selimut awan yang biasanya menggumpal di atas gunung. Yah… Mentari pagi yang masih malas tampaknya juga mempengaruhi kemalasan orang yang ada di bumi sehingga kebanyakan mereka tampak masih enggan untuk bangun dari ranjangnya ketika menyadari bahwa cuaca masih mendung.

Lain hal nya dengan pemuda yang sudah sekitar sebulan menjabat sebagai kepala bagian software development di Compukings. Pemuda tersebut tampak sudah bersetelan minimalis seperti biasanya dan sekarang sedang duduk dengan wajah serius yang mengantuk di depan komputernya. Secangkir kopi sudah tidak mengepulkan uap lagi tampak menemani pagi sang kepala bagian.

Kantor memang mulai ramai dengan orang-orang yang berlalu lalang untuk menuju ke ruangannya masing-masing, dan setiap orang yang melewati ruangan software development pasti tidak dapat menahan rasa terkejutnya ketika melihat sang kepala bagian yang sebelumnya selalu menjadi the last one dalam bekerja kini telah bekerja mendahului mereka.

Pemuda itu tampak menguap pelan sambil meneguk habis kopi dingin untuk mengusir rasa kantuk yang mungkin masih menyerangnya di pagi yang dingin ini.

Krieetttt….

Suara deritan pintu sudah biasa terdengar di telinganya sehingga tanpa perlu menolehkan kepalanya dia sudah tahu siapa yang akan masuk ke dalam kantornya pada jam tersebut dengan irama seperti itu.

“Yo” Sapa seorang gadis yang sudah terbiasa dengan penampakan pria tersebut di kantornya pada pagi buta. Gadis itu pun melenggang pergi menuju ke loker tanpa menunggu respon dari sang pria. Dia pun membuka tas tangannya untuk mengeluarkan bekal yang dia buat dari rumah.

“Yo… Hoahm” Jawab Erwin yang tanpa sadar langsung menguap pelan. Mungkin dia keletihan karena begadang terlalu malam dan bangun terlalu pagi. Apa gerangan yang sedang dia kerjakan?

Gadis manis yang sekarang memakai setelah kopi susu itu pun berjalan menuju ke arah meja computer dan kemudian meletakkan sekotak bekalnya di sisi cangkir kopi yang sudah kosong di kanan Erwin. Tangannya yang ramping itu pun menarik kursi yang berada di sebelah kanan Erwin dan membuka kotak bekalnya.

“Jangan terlalu memaksakan diri. Kamu pasti belum sarapan kan? Makan aja bekal itu” Kata Puspa seolah menjawab tatapan heran Erwin saat tiba-tiba dia disodori dengan kotak bekal dari Puspa tersebut. Mata hitamnya pun menatap ke arah kotak bekal tersebut sebelum akhirnya mengambilnya dan membukanya.

Bau manis dari sayur cap jay yang masih hangat tampak menyerbu keluar menyerang hidung Erwin. Kelenjar ludahnya pun berlomba untuk menghasilkan air liur yang banyak sehingga membuat pemuda itu menelannya beberapa kali agar tidak ngiler. Tangan kurus itu pun mengambil sendok yang berada di dalam kotak dan mulai menyuap nasinya.

“Resep baru kah?” Tanyanya sebelum memasukkan nasi tersebut ke mulutnya. Puspa tampak sedikit terkejut dengan pertanyaan dari Erwin.

“Kok tau” Tanyanya dengan nada terkejut.

“Yah… Biasanya kau hanya bawa rebusan sayur, atau paling pol tumis aja. Dasar… Mencoba resep baru pada kepala bagian. Hmmm… Tapi ini enak kok” Jelas Erwin setelah menelan sesuap nasi miliknya. Puspa tampak sedikit malu mendengar ucapan Erwin. Gadis itu pun memalingkan wajahnya yang sudah terasa memanas.

“Be-benarkah?” Ucapan Puspa yang terkesan gugup itu tampaknya teredam dengan suara derit pintu yang dibuka secara kasar. Tiga orang personil cowok baru itu tampak masuk ke dalam ruangan sambil bersenda gurau sebelum akhirnya mereka terdiam saat melihat dua orang atasan mereka memandangi mereka dengan tatapan aneh seolah mengatakan ‘jangan berisik disini’.

“Uhm… Maaf jika kamu ganggu. Tapi, untuk saat ini apakah ada yang bisa kami bantu?” Faqih mencoba untuk memberanikan diri dengan bertanya pada kedua atasan yang sedang sarapan bareng tersebut. Mata gelap Erwin tampak menatap mereka dengan tatapan datar sebelum akhirnya menghembuskan nafasnya pelan.

“Sini, baca saja dokumentasi biar kalian bisa melakukan maintenance sendiri nanti. Aku mau makan dulu. Ayo, Puspa” Ajak Erwin sambil berdiri dari tempat duduknya dan mengajak Puspa untuk makan di meja makan saja.

Gadis itu tampak sedikit terkejut mendengar ajakan Erwin. Meskipun dia baru pertama kali ini membuatkan bekal buat Erwin, ini juga kali pertama Erwin mengajaknya untuk makan bareng. Apa sih motivasi Erwin? Apa dia takut kalo Puspa diganggu oleh tiga orang cowok itu? Apakah ini tanda yang secara tidak langsung mengatakan ‘jangan ganggu gadis coklat manis ini, dia milikku’? Entahlah apa sebenarnya motif dari Erwin, tapi memikirkan hal tersebut jelas membuat Puspa salah tingkah sendiri.

“Ayo” Jawabnya singkat sambil kemudian berdiri dan membawa bekalnya menuju meja makan yang berada di sisi lain ruangan. Mereka berdua pun duduk bersebalahan dan makan dengan tenang. Tapi sepertinya gadis itu sangat canggung dengan ketenangan yang aneh setelah insiden barusan sehingga dia berinisiatif untuk membuka suara.

“Apa sih yang kamu lakukan sejak tadi pagi?” Tanya Puspa. Erwin tampak sedikit berpikir sebelum menjawab pertanyaan Puspa, sepertinya dia sedang mencoba merangkai kata-katanya agar tidak membingungkan.

“Hmmm… Aku hanya berpikir jika struktur kerja kita seperti ini terus maka kita akan kewalahan saat ada projek baru dari client. Sehingga aku berpikir akan menyerahkan masalah maintenance padamu” Jelas Erwin yang hanya dijawab dengan anggukan paham oleh Puspa.

“Lalu?” Lanjut Puspa mencoba mencari tahu. Bukankah jawaban Erwin tadi tidak menjawab pertanyaan Puspa sama sekali.

“Yah… Untuk hari ini coba kau perbaiki satu aplikasi milik customer, aku mau lihat kemampuanmu. Dua aplikasi lain sudah kuperbaiki sejak tadi pagi” Jawab Erwin.

“Hmmm… Baiklah” Jawab Puspa sambil berdiri ketika dia telah menyelesaikan makanannya dan membereskan kotak bekal milik Erwin yang juga sudah dalam keadaan kosong.

“Akan kucuci nanti. Taruh saja di wastafel” Sahut Erwin saat Puspa berjalan menuju ke arah kamar kecil.

“Apaan sih? Bukankah itu tugasku” Jawab Puspa sebelum akhirnya masuk ke dalam kamar kecil.

Gadis itu pun menaruh dua kotak bekalnya di wastafel dan mulai mengucurkan air ke atasnya. Senyuman manis tampak tak pernah lepas dari wajahnya seolah hari itu adalah hari yang terbaik di hidupnya.

Pikirannya tampak sedikit berimajinasi tentang pria yang menjadi partnernya tersebut. Sekali waktu Puspa melihat pria tersebut tampak bercermin sambil sedikit merapikan dirinya dan hal itu membuat Puspa sedikit tersiup begitu melihat bahwa Erwin juga tampak tampan saat dia bisa merawat dirinya sendiri.

Wajah Erwin sebenarnya kuning cerah, meskipun seringkali wajahnya terlihat kusam karena peluh dan kotoran yang menempel di wajahnya jarang dibersihkan. Apalagi dengan lingkar hitam di mata yang telihat kelelahan itu membuat wajah kuning cerahnya tertutup dan terlihat berantakan.

Rambutnya juga sebenernya lurus dan sudah bisa dirapikan dengan jari-jemarinya, hanya saja rambut tersebut terlihat lepek karena kurang vitamin dan sepertinya dia sering berganti shampoo sehingga rambutnya terlihat kusam. Kacamatanya juga selalu terlihat kusam, tidak cemerlang dan bening seperti baru dan itu menimbulkan kesan malas dan negative di wajahnya.

Erwin selalu berangkat pagi buta setelah dia diangkat menjadi kepala bagian sehingga Puspa tidak pernah melihat pria tersebut berangkat. Tapi beberapa hari yang lalu dia memang sengaja berangkat pagi karena suatu hal dan berpapasan dengan Erwin di pintu kantor.

Wajah Erwin saat berangkat kerja memang masih mengantuk, tapi bersih dan rambutnya juga rapi meskipun masih terlihat lepek. Lingkar hitam di matanya tidak begitu terlihat karena dia baru saja mandi, kacamatanya juga tidak kotor-kotor amat sehingga dia terlihat agak sedikit ‘ganteng’ dan itu membuat Puspa sedikit menyimpan rasa pada pemuda itu.

“Kenapa Anda senyum-senyum sendiri?” Sebuah suara dari sampingnya membuyarkan lamunan Puspa soal penampilan Erwin yang dia temui beberapa hari yang lalu.

Gadis itu pun menolehkan kepalanya untuk menjumpai seorang gadis dengan jilbab pink yang sedang menatapnya dengan tatapan polos. Kacamata besarnya yang terlihat mengkilap itu tampak mempermanis penampilannya yang terkesan imut dan innocent.

“Tidak ada apa-apa, Permata” Jawab Puspa singkat saja sambil mengulum senyuman kecil sebelum akhirnya mengambil kotak bekalnya yang sudah bersih di tepi wastafel untuk bergantian dengan Permata.

“Erwin sepertinya ingin berbicara denganmu. Dia bilang dia akan menunggumu di belakang kantor” Sahut Permata ketika Puspa telah beranjak pergi. Gadis berjilbab coklat itu pun berhenti membuka pintu saat mendengar ucapan Permata.

“Ya” Jawabnya singkat sebelum meninggalkan gadis berjilbab pink tersebut di dalam kamar mandi. Sepertinya dia tidak sadar bahwa mata hitam jernih yang polos itu menyiratkan sedikit kesedihan sambil mengarahkan irisnya ke arah pintu keluar.

‘Apa yang ingin dibicarakannya di belakang kantor?’

-0-

Compukings terletak di tengah kota karena perusahaan yang bergerak di bidang teknologi ini tentu saja tidak mampu bergerak kecuali dengan dukungan banyak orang yang berada di dalam kota. Direktur nya membeli tanah yang cukup luas sebagai kantornya sehingga mereka masih memiliki cukup ruang di belakang kantor yang dapat dimanfaatkan sebagai taman tempat para pekerjanya bisa beristirahat dari stresnya kerja di depan computer.

Taman yang cukup luas itu ditanami rumput layaknya taman biasa dengan hiasan berbagai macam pohon yang ditanam secara random dan beberapa bangku dari batu yang diletakkan disitu untuk nongkrong. Biasanya ada juga pekerja yang memakan makanannya disini.

Puspa tampak berjalan melewati jalan setapak yang dibenuhi dengan batu yang disemen itu untuk mencari sosok Erwin. Mata hitamnya tertuju pada pemuda yang sedang duduk, atau bisa dibilang jongkok diatas sebuah batu sambil menatap ke ufuk timur dimana mentari masih menawarkan sinarnya yang menghangatkan dan belum menghujaninya dengan terik yang panas.

“Yo” Sapa gadis itu saat menghampiri pria yang sedang jongkok tersebut. Pria itu pun menolehkan kepalanya kearah Puspa sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya sekali lagi menuju ufuk timur.

“Kau bisa duduk” Kata Erwin. Gadis itu pun menengok ke kanan dan ke kiri seolah khawatir dengan akibat yang ditimbulkan apabila mereka duduk bersama di taman ini. Banyak dari pekerja yang nongkrong disini adalah pria dan mereka sepertinya tidak berani untuk duduk berdekatan dengan perempuan karena aturan ketat dari Compukings.

“Jangan khawatir…. Mereka tidak akan berani lapor” Kata Erwin yang sepertinya tahu kekhawatiran Puspa.

Gadis dengan dress coklat itu pun duduk di batu samping Erwin. Sinar mentari tampak menyilakukan matanya sehingga dia sedikit mengangkat tangannya untuk menangkis sinar tersebut dari matanya. Erwin pun menoleh kearah gadis tersebut, sebelum kemudian tersenyum kecil melihat tingkah gadis itu.

“Silau ya? Sini aja di kanan” Kata Erwin. Puspa tampak tersipu mendengar ucapan Erwin. Dia pun dengan malu-malu berpindah ke kanan Erwin dimana dia dilindungi oleh sebuah dahan pohon yang cukup rindang.

“Gimana menurutmu para personil cewek?” Tanya Erwin membuka percakapan tanpa memedulikan beberapa tatapan cowok yang mungkin iri dengannya atau cewek yang sepertinya membicarakannya di sana.

“Yah… Gimana ya aku ngomongnya” Sahut Puspa yang tampaknya masih merasa tidak nyaman dengan tatapan orang-orang yang berada disitu, meskipun akhirnya gadis berjilbab coklat itu pun cuek aja dan mencoba fokus pada apa yang akan dia bicarakan dengan sang kepala bagian.

“Kalo kau meminta siapa yang cocok untuk tinggal, aku lebih prefer ke Mey. Dia cewek yang easy going, terbuka dengan semua masalahnya, cekatan, dan aktif dalam ngomong. Mungkin untuk masalah komunikasi dengan client tidak akan jadi masalah jika kita mengajaknya. Yah… Kau mungkin tahu juga bahwa aku juga tidak begitu suka dengan situasi formal sehingga masalah client itu juga menjadi masalah lain buatku sih” Jelas Puspa. Erwin tampak sedikit mengangguk.

“Lalu, dua orang yang lainnya?” Tanya Erwin.

“Mereka berdua sama-sama pendiam. Hanya saja Permata lebih lambat dalam mengerjakan sesuatu, tapi kuakui hasilnya bagus, tapi dan teliti sehingga mudah di track. Sedangkan Devia anak yang cerdas, tapi dia kurang bisa menghasilkan maintenance yang bagus” Jelas Puspa.

“Hmmm… Berarti Permata harus kita kasih tugas yang membutuhkan kerapiran sementara Devia kita kasih tugas yang membutuhkan kecepatan. Baiklah….” Jawab Erwin. Dia sudah menemukan beberapa tugas yang cocok untuk mereka berdua saat nanti ada project dari client.

“Yah… Begitulah. Bagaimana dengan yang cowok?” Tanya Puspa ingin tahu.

“Aku masih belum begitu dekat dengan mereka. Tapi Faqih orangnya semangat meskipun dia kurang inisiatif. Ryan juga semangat, dan dia memiliki ide-ide yang cukup kreatif meskipun tidak dia tidak bisa melakukannya. Sementara Afif anak yang telaten, dia juga cerdas, cuma anaknya agak moody emang” Jelas Erwin sambil memikirkan beberapa hal.

Puspa hanya bisa mengangguk pelan dan membiarkan pria tersebut untuk memikirkan langkah selanjutnya dalam memimpin divisinya nanti. Erwin tampak masih serius menghadap ke depan tanpa memedulikan Puspa yang berada di samping. Beberapa saat kemudian mata yang tampak letih itu pun terpejam sambil menghela nafas pelan seolah dia sudah selesai dengan apa yang dia pikirkan.

“Baiklah. Mungkin kita harus kembali bekerja” Kata Erwin sambil berdiri.

Gadis manis itu pun ikut berdiri sambil mengikuti di samping Erwin yang sudah berjalan menuju ke arah kantor bagiannya. Mereka berdua tetap diselimuti keheningan seolah tidak ada yang mau memecahkan suasana sampai mereka berdua tiba di kantor bagian mereka.

“Heh…. Sssttt… Dia datang” Telinga Erwin tampak sedikit bergerak ketika mendengar bisik-bisik yang terjadi di depan computer.

Tampaknya tiga orang yang tadi dia suruh untuk membaca dokumentasi sekarang malah asyik bergosip dia di depan computer mereka sementara para cewek yang sudah berdatangan masih sibuk melakukan tugasnya masing-masing.

Pemuda berambut hitam itu pun berjalan menuju kearah para cowok yang asyik ngerumpi di depan salah satu computer. Matanya menatap datar pada ketiga cowok tersebut.

“Apa yang kalian bicarakan?”