“Jika ada error atau crash kirim ke testing development habis ku patch” Seru Erwin saat mendengar sebuah suara pintu terbuka.
Sudah sekitar sepuluh hari Erwin dan Pusa bekerja sama di bagian software development. Awalnya memang agak rumit, tapi di luar dugaan mereka bisa menyesuaikan diri dengan sangat cepat, bahkan Erwin sekarang bisa tahu siapa yang memasuki kantornya hanya dengan mendengar suara derit pintunya saja.
“Hmmm… Yang kemaren sudah kau benerin errornya? Tadi pagi aku menemukan error lagi” Kata Puspa sambil duduk di kursi samping Erwin dan meletakan secangkir kopi disisinya.
“Sudah. Sepertinya aku miss kemarun” Jawab Erwib sevelum menolehkan kepalanya jearah orang yang masuk bersama Puspa tadi.
“Dan kau membawa orang yang cukup menarik hari ini” Komentar Erwin saat melihat Aswar yang hanya berdiri disana sambil melipat tangannya dan menatap mereka berdua dengan pandangan datar.
“Yah… Katanya manajer punya sedikit kabar dari direktu. Jadi dia ingin kesini, makanya bareng deh” Jelas Puspa sambil menyeruput kopi panasnya dan kembali mengirimkan patch yang dibuat Erwin menuju ke testing development.
“Yah… Kabarnya mungkin bisa nanti saja. Yang lebih penting sekarang, kalian berdua bisa sedekat ini dalam waktu singkat. Apakah kalian berdua punya hubungan?” Tanya Aswar. Erwin pun tidak bisa menahan keterkejutannya sehingga dia pun menoleh ke arah Puspa dan sepertinya Puspa pun menoleh ke arah Erwin sehingga sekarang mereka berdua saling menatap.
Aswar sudah mengetahu bahwa Erwin diam-diam mengumpulkan data tentang Puspa di buku pusakanya itu, dan sekarang tiba-tiba saja Puspa datang dan kemudian nempel gitu aja di samping Erwin. Siapa yang ga bakalan curiga coba?
“Apa kita punya hubungan?” Tanya Puspa pada Erwin.
“Kita kan partner” Jawab Erwin singkat saja sambil kembali bekerja. Begitu juga dengan Puspa.
Beberapa hari yang lalu Puspa juga mengatakan sedikit curahan hatinya pada Erwin tentang komentar teman-temannya yang berada di test development bahwa sepertinya mereka terlalu deket saat bekerja, dan kekhawatiran Puspa itu tampaknya bisa dijawab dengan cerdas oleh Erwin.
“Manajer, kau juga kan yang mengusulkan promosinya. Dia wakilku sekarang, kau juga pasti tahu kapasitasku untuk itu. Jika ketua dan wakil tidak memahami satu sama lain, kerjaan akan terhambat, bahkan mungkin bisa kerja dua kali” Jelas Erwin pada Aswar. Puspa tampak tersenyum kecil ketika merasa déjà vu dengan kata-kata Erwin yang juga diucapkannya beberapa hari yang lalu.
Dalam hati perempuan itu mulai menyimpan rasa kagum dengan dedikasi dan kerajinan dari Erwin. Pemuda itu memang terlihat malas, bahkan pandangan pertama Puspa padanya adalah bahwa Erwin bisanya cuma nyuruh doang. Tapi sekarang dia sadar bahwa kehidupan Erwin benar-benar teratur.
Erwin tidak pernah terlihat membuang waktu di mata Puspa. Pasti ada aja yang dia lakukan meskpun Puspa tidak mengerti apa maksudnya, tapi saat Erwin menjelaskannya panjang lebar, maka Puspa hanya bisa menganga lebar merutuki kebodohannya yang tidak terpikirkan itu. Entah itu mencari solusi dari bug, membuat sesuatu dengan tangannya yang terampil, bahkan dia masih update dengan beberapa jurnal informatika.
Sangat disayangkan bahwa dia tidak pernah melonggarkan waktunya untuk merawat dirinya sendiri sehingga dia terlihat berantakan seperti itu. Dan juga dia juga tidak pernah terlihat sisi romantisnya. Dia seolah seperti Sherlock Holmes yang benar-benar berdedikasi pada pekerjaannya.
‘Aku penasaran dengan siapa dia akan terpikat nantinya’ Batin Puspa yang sepertinya lagi kambuh jiwa romantismenya.
“Tapi ini terlalu cepat untuk kalian akrab” Tanya Aswar yang sepertinya masih belum yakin dengan sanggahan dari Erwin. Pemuda itu hanya bisa mengangkat bahunya heran saja.
“Aku orang yang mudah akrab kali” Jwab Erwin sekenanya saja.
Aswar hanya bisa menghela nafas mendengar jawaban gak mau repot tersebut. Sepertinya Erwin ingin segera mendengar hal penting itu sebelum mengusir Aswar keluar dari kantornya agar mereka bisa berduaan lagi.
“Sepertinya direktur ingin menambah personil. Dia sedikit terkejut dengan peforma kalian berdua yang mempu menarik feedback positif dari beberapa customer yang dulu menolak untuk maintenance. Jadi direktur berpikiran untuk menambah personil agar kalian berdua tidak terlalu repot” Jelas Aswar.
“Aku…” Belum sempat Erwin mengucapkan dua patah kata, Aswar segera mengangkat tangannya.
“Ada 6 orang yang sudah di terima oleh personalia. Direktur ingin agar mereka diberi masa percobaan di bagian software development. Kamu adalah orang yang teratur, Erwin. Latih mereka sebelum mereka berada di posisi tetap” Jelas Aswar. Erwin tampak terdiam sebentar dengan penjelasan Aswar. Beberapa saat kemudian dia mengolehkan kepalanya menuju Puspa, Gadis manis yang merasa diperhatikan itu pun menolehkan kepalanya kearah Erwin.
“Apa kau butuh bantuan?” Tanya Erwin.
“Hmm… Sedikit sih. Mungkin untuk sekarang aku masih bisa. Tapi jika ada project nanti aku masih bingung soal pengauditan” Jelas Puspa. Erwin pun menganggukan kepalanya sebelum pindah menatap Aswar.
“Baiklah. Dan jika memungkinkan, bilang pada direktur bahwa bagianku akan mengambil salah satu dari 6 orang tersebut untuk membantu Puspa. Usahakan itu cewek” Kata Erwin.
Aswar hanya bisa tersenyum kecil mendengar penawaran Erwin seolah dia tahu bahwa pemuda di depannya itu selalu penuh pertimbangan dan cepat memutuskan seenaknya.
“Baiklah. Mereka akan datang siang ini”
-0-
Suasana yang begitu berbeda terlihat di kantor bagian software development. Kantor yang biasanya hanya diisi oleh pemuda yang cari-cari kerjaan itu sekarang tampak sedikit ramai. Rupanya personil baru yang dijanjikan oleh Aswar sudah datang. Enam orang yang terdiri dari tiga orang laki-laki dan tiga orang perempuan.
Personil yang pertama kali masuk adalah Afif. Cowok tinggi, rapi dengan wajah yang polos. Sorot matanya terlihat seperti orang yang masih mengantuk. Dia masuk kantor pertama kali dan langsung duduk di sofa, mengacuhkan Erwin dan Puspa yang masih melakukan tugasnya.
Yang datang selanjutnya adalah Ryan. Anak yang satu ini terkesan keren, kuat dan suka bercanda. Ryan datang dan langsung duduk di sebelah Afif dan mulai membicarakan masalah politik.
Selanjutnya ada Devia, anak cewek berkacamata, mungil dan pendiem yang langsung duduk samnil menundukkan kepalanya di pojokan.
Lalu ada Faqih. Cowok hiperaktif yang selalu ingin tahu. Dia bahkan langsung menghampiri Erwin saat baru memasuki kantor sambil menanyakan banyak hal layaknya orang yang lagi wawancara.
Lalu ada Permata, cewek tinggi, cantic berkacamata yang juga pendiam sehingga sekarang dia sedang diem-dieman bersama Devia di pojokan. Anehnya Ryan yang waktu itu sedang ngakak hebat tiba-tiba saja diem. Afif yang tertawa cool itu pun sekarang diam.
Kriett….
“Yap, sepertinya semuanya sudah berkumpul” Kata Erwin tiba-tiba saja berdiri ketika mendengar pintu berderit. Cewek yang berada di pintu tersebut tampak sedikit terkejut. Wajah polosnya tampak bingung mendengar ucapan Erwin.
“Yah… Masuk saja nona. Anda berada di ruang yang tepat. Silahkan menempati tempat duduk anda, kelas akan segera dimulau” Kata Erwin mencoba untuk berkelakar meskipun dengan nada yang datar. Puspa tampak sedikit tersenyum geli sementara gadis bernama Mey yang sedang berdiri di depan pintu hanya nyengir innocent.
“Siap, Pak” Katanya.
“Erwin, panggil saja seperti itu. Terlalu formal hanya akan merusak kedekatan. Dan kau, yang sedang duduk di depan computer, untuk sekarang duduk dulu di samping dua temanmu” Kata Erwin. Faqih pun segera bergegas duduk di sebelah Ryan yang sedang menunduk.
“Baiklah. Untuk perkenalan, Saya Erwin, kepala bagian dan dia Puspa, wakil. Aku sudah tau nama kalian dari biodata, kemampuan kalian akan ku ketahui nanti. Untuk hari ini, karena kami berdua telah selesai melakukan maintenance, kami akan menjawab semua pertanyaan kalian tentang kantor ini” Jelas Erwin singkat saja tanpa peduli dengan tatapan heran dan bingung para tentara barunya.
“Oke, tugas kita adalah agar manajer bisa mencentang semua hal yang ada di layar dengan baik, Hanya itu” Jelas Erwin sambil menunjukkan beberapa poin pengecekan manajer di layar proyektor.
“Baiklah, sekarang lihat-lihatlah kantor ini dan tanyakan apa yang belum kalian ketahui soal kantor ini karena menjelaskan apa yang sudah kalian ketahui hanya akan membuang waktu”
-0-
“Gimana menurutmu mereka berenam?” Tanya Puspa mencoba untuk membuka percakapan.
Erwin memulangkan para personil baru satu jam lebih awal karena ada yang mungkjn harus dibicarakan soal personil baru itu dengan Puspa. Atau mungkin saja itu hanya modusnya Erwin agar bisa berduaan lagi dengan Puspa. Entahlah, kita juga tidak tahu gimana jalan pikiran anak itu, tapi yang pasti Puspa juga sedikit penasaran sehingga dia berinisiatif untuk membuka pembicaraan duluan.
“Tidak, masih terlalu dini untuk menyimpulkan kemampuan mereka. Aku hanya ingin memberikan sedikit batas bahwa yang harus kamu kenali selama seminggu ini adalah karakter mereja. Jangan berikan tugas sebelum mengenali karakter mereka” Jelas Erwin.
Puspa hanya sedikit manggut-manggut mengerti mendengar penjelasan Erwin. Gadis itu pun menggerakkan tubuh rampingnya untuk bangkit dari sandaran sofa dan memanjangkan tangannya untuk mengambil secangkir kopi yang ada di mejangnya. Bibir merahnya menghisap kopi yang berada di dalam cangkir sebelum akhirnya mengulus seulas senyuman yang begitu manis.
“Jadi, hanya itukah yang mau kau sampaikan?” Tanya Puspa sambil membalik wajahnya untuk menatap Erwin.
Pria itu tampak serius menatap layar komputernya. Jari jemari kurus itu mengatup rapat di depan bibirnya yang juga terkatup rapat. Mata hitam itu seolah tidak akan berkedip karena tidak mau kehilangan satu benak pun dari pikirannya.
“Jangan pikirkan personil cowok, aku takut kamu bakal jatuh cinta” Ucapan itu sukses meluncur dari telinga menuju hati Puspa. Gadis itu pun ceapt-cepat membalikkan wajahnya yang sudah benar-benar terasa panas.
Dia tahu, benar-benar tahu bahwa Erwin mengucapkan hal itu untuk melindungi posisinya. Tapi, kenapa? Kenapa dia mengatakannya saat dia sedang berdua saja? Dan ekspresinya saat mengatakan hal tersebut begitu serius seolah hidupnya tergantung pada ucapan itu.
“Bukankah itu ju-juga berlaku untukmu?” Kata Puspa agak terbata-bata. Erwin yang waktu itu sedang meminum kopinya pun sedikit terkejut. Pria itu pun menghadap ke arah Puspa yang sekarang sedang membelakanginya sambil membetulkan kacamatanya dan menatap gadis tersebut dengan tatapan heran.
“Iya, makanya aku yang menyuruhmu untuk menilai personil cewek” Kata Erwin sambil mengjela nafas pelan dan kembali menatap layar komputernya. Hanya saja untuk sekarang ini ekspresinya agak sedikit rileks.
Hening sejenak, bahkan Puspa sepertinya kali ini lebih memilih untuk terdiam dalam pikirannya sendiri.
Tanpa mereka sadar juga ada sepasang mata yang melihat mereka dari sela-sela jendela. Guratan senang sekaligus geli terlihat di sorot mata hitam yang sekarang telah menghilang tanpa terdeteksi tersebut.
“Ah… Iya, satu lagi. Aku kemaren sedikit mengusulkan pada Aswar untuk membuatkan semacam almamater untuk divisi ini jika memang akan ada banyak rang disini sehingga kita bisa presentasi sesuatu dengan tampilan formal nantinya. Sepertinya dia menanggapinya dengan baik” Kata Erwin sambil membuka loker dan mengeluarkan sebuah almamater dengan warna biru tua dan langsung menaruhnya di atas meja sementara dia memakai salah satu alamater tersebut.
Puspa pun menyambar almamater tersebut dan mulai mengenakannya. Biru tua merupakan warna yang cukup serasi dengan jilnan coklaynya sehingga membuat Puspa tampil anggun.
“Aku gak tau berapa ukuran pas tubuhmu jadi kupikir aku minta maaf kalo gak begitu pas” Komentar Erwin tanpa melihat jika almamater tersebut begitu pas dan cocok di tubuh Puspa.
“Bagaimana menurutmu?” Tanya Puspa sambil membolak-balik badannya.
“Cocok kok. Dan tadi aku juga sedikit menganyam bordiran agar almamaternya tidak terlalu polos” Kata Erwin.
Puspa pun melihat kearah dada kirinya dimana disana teranyam namanya dengan benang warna coklat disertai beberapa dekorasi bunga pada beberapa hurufnya.
“Hehe… Kupikir kamu bakalan suka” Kata Erwin sambil nyengir innocent dan memperlihatkan jarum dan benang coklat yang dia bawa.
‘Nih orang sepertinya gabut banget sih. Bordir manual lagi’ Batin Puspa sambil melihat kembali bordiran halus tersebut. Hatinya sedikit merasa senang saat dibenaknya terpikir kira-kira apa alasan Erwin membuatkannya bordir manual sehalus itu.
“Ah… Gawat. Aku ada janji dengan cewek bagian sebelah. Ini kubawa dulu ya” Kata Puspa sambil membereskan barangnya dan kemudian bergegas mengemasi barang-barangnya dengan menahan seulas senyuman bahagia dan wajah yang memerah.
“Hati-hati di jalan” Sahut Erwin datar. Tapi ucapan itu mebuat Puspa berhenti sebentar di depan pintu.
“Hmmm” Jawabnya sambil tersenyum yang dibuat semanis dan seimut mungkin.
Erwin yang waktu itu melihatnya sekilas pun kembali menghadap pintu keluar untuk melihatnya lahi, tapi sayangnya sosok gadis itu sduah tidak ada disana lagi. Pria itu pun memutar bola matanya.
“Bodo amat dah” Gumamnya. Dia pun melanjutkan guntingan-guntingan kertas miliknya lagi.
Kriett… Tap, tap, tap….
Suara pintu berderit yang diikuti oleh langkah seseorang yang berjalan cepat itu membuat Erwin mengalihkan pandangannya lagi. Seorang wanita yang amat manis tampak masuk dengan sikap terburu-buru. Dia pun membuka loker dan langsung bergegas pergi seolah tidak menganggap Erwin yang sedang duduk disitu.
“Hei… Namamu Permata kan?” Sahut Erwin yang langsung membuat gadis itu berhenti di depan pintu keluar.
“I… iya” Jawab Permata sedikit gagap dan takut. Wajah cantiknya sepertinya menyimpan rasa bersalah. Entah karena mengabaikan Erwin atau karena suatu hal lain.
“Kau suka Hello Kitty?” Tanya Erwin ga nyambung.
“Iya” Jawab Permata yang dengan polosnya menanggapi pertanyaan gak nyambung dari sang kepala bagian. Bibir Erwin tampak mengulum seulas senyuman lebar. Dia pun berdiri dan membuka lokernya untuk mengambil sesuatu.
Sebuah kalung, tidak, mungkin itu sebuah gelang yang terdiri dari manik bergambar hello kitty dengan bandul sebuah plastic merah bulat seperti batu akik.
“Aku kemaren sedikit belajar cara mengukir plastic, jadi aku buat bentuk permata. Yah, kebetulan aja sih sama dengan namamu dan kebetulan juga kamu suka dengan Hello Kitty. Jadi, kamu bisa ambil ini jika kamu suka” Kata Erwin sambil menyerahkan gelang tersebut. Gadis itu tampak sedikit bingung sebelum akhirnya menerima gelang itu dengan tangannya yang ramping. Segaris semburat merah muda tipis tampak di pipinya yang putih.
“Ah, Dan juga, permata merah memiliki nama lain yang juga keren, Ruby. Apa kau suka Bahasa Ruby?” Tanya Erwin.
“Iya”