Mega kemerahan tampak sudah mengintip dari ufuk barat, mengiringi kepergian mentari yang tampak terbenam dengan pelan. Jam dinding yang menempel diatas layar proyektor itu tampak berdetak lembut, seolah tidak mau jam kerja hari ini berakhir.
“Jam kerja hari ini sudah berakhir kan?” Tanya seorang perempuan dengan dress coklat khasnya, meskipun kali ini dia menggunakan motif yang berbeda dari dressnya kemaren. Perempuan itu tampak sedang mengemasi beberapa barang yang sudah dia keluarkan hari ini untuk membawanya pulang di tas tangan coklatnya.
“Hmm… Sepertinya sudah berakhir sekitar lima menit yang lalu” Jawab seorang pria yang masih sibuk dengan apa yang ada di komputernya. Bar proses masih tampak pada layar computer tersebut yang berkali-kali ditengok oleh mata hitam tersebut sebelum beralih dengan pekerjaan tangannya.
“Kau tidak pulang?” Tanya Puspa setelah dia selesai mengemasi barang-barangnya dan kemudian membetulkan jilbab nya didepan cermin loker.
“Duluan aja” Jawab Erwin.
Pria itu pun berdiri dan kemudian berjalan ke arah loker untuk mengambil buku yang dia simpan di loker sebelahnya Puspa. Perempuan yang sedang bercermin itu tampak tidak sedikit pun terusik oleh kepala bagiannya sebelum akhirnya tersenyum kecil dan menenteng tasnya.
“Oke. Dah, Erwin” Katanya melenggang pergi dari kantor tersebut. Erwin hanya terdiam sambil melihat buku catatannya seolah tidak mendengar ucapan Puspa.
Pemuda itu pun kembali ke tempat duduknya semula dan kemudian mulai membaca beberapa catatan kecilnya dan mencorat-coret catatan tersebut. Matanya yang kelam tampak serius dengan semua catatan yang dia buat untuk membagi tugasnya dengan Puspa. Tak lupa juga beberapa kualifikasi Puspa dalam menangani pekerjaan juga sudah tercatat dalam catatan kecilnya tersebut, bahkan dia bisa tahu bahwa Puspa selalu membawa bekal dengan pola menu yang sama seolah itu dihasilkan oleh program computer.
Masih hangat di telinganya, bahkan masih terasa di hatinya betapa dongkolnya waktu Aswar mempromosikan dirinya pada direktur agar dia menjadi kepala bagian. Tapi tampaknya pria ini sudah mulai menerima tanggung jawabnya dan bertekad untuk mengatur semuanya serapi mungkin, dan inilah yang dia dapatkan. Hampir seluruh kualifikasi dari wakilnya sudah dia dapatkan meskipun mereka masih bekerja sama selama tiga hari termasuk hari ini.
Krieetttt….
Suara deritan pintu itu tampak tidak mengganggu konsentrasi pria tersebut seolah dia sudah tahu siapa yang akan memasuki kantornya pada jam yang tidak mungkin untuk pekerja biasa masih berkeliaran di kantor. Seorang pria bersetelan formal dengan wajah yang terlihat bersih meskipun bisa dilihat bekas-bekas keletihan di guratan wajahnya memasuki kantor tersebut dan kemudian berdiri di samping Erwin.
“Kau belum pulang? Apa kau mau minta jatah lembur?” Tanya Aswar pada Erwin.
“Tidak. Jika aku pulang sekarang akan ada banyak waktu yang terbuang untuk macet sehingga aku akan kehilangan informasi penting. Aku akan selesaikan urusanku yang ini di kantor dulu” Jawab Erwin singkat saja sambil mengecek kembali bar proses yang ada di layar di depannya. Tangan kanannya yang bebas pun meraih mouse tersebut sambil mengklik tombol close dan mematikan computer itu saat prosesnya sudah selesai.
Aswar hanya bisa bergumam pelan melihat Erwin yang sekarang menjadi pekerja yang cukup rajin. Sebelumnya dia cukup kesal juga dengan anak yang selalu langsung pulang sebelum jam kerja berakhir hanya karena dia sudah menyelesaikan semua tugasnya. Mata hitam yang letih itu pun melirik ke arah apa yang dikerjakan oleh Erwin.
“Kali ini kau buat catatan kah… Bukan sampah guntingan lagi” Katanya dengan nada menyindir ketika dia teringat 3D namecard buatan Erwin yang mirip bocah dulu.
“Hmmm” Jawab Erwin singkat saja.
Manajer itu pun sedikit penasaran dengan apa yang dicatat oleh karyawannya yang biasanya pemalas dan bahkan tidak mau mencatat apa yang dibutuhkan client ini. Dia pun menundukkan kepalanya untuk melihat ke arah buku catatan Erwin. Dahinya sedikit berkerut ketika membaca beberapa tulisan yang meskipun seperti cakar ayam, tapi benar-benar terstruktur sehingga manajer itu bisa menangkap maksudnya. Dahi Aswar pun berkerut melihat informasi apa yang sudah dikumpulkan oleh Erwin.
“Selalu membawa bekal dengan menu yang hampir sama mungkin dia cuma bisa masak itu, dress coklat adalah kesukaannya mungkin karena serasi sama kulitnya, terstruktur meskipun kadang terlalu ceroboh, semangat. Hei… Apa yang kau tulis disini? Kau bahkan menuliskan setiap menu yang dibawa Puspa untuk bekalnya” Sahut Aswar dengan nada yang agak terkejut dan memandang Erwin dengan nada yang curiga.
Compukings merupakan salah satu perusahaan yang memandang bahwa untuk menghasilkan software yang berkualitas maka pelibatan perasaan adalah hal yang tidak professional. Hal ini disebabkan karena dengan melibatkan perasaan maka objektifitas dengan client mungkin akan terpengaruh oleh teman sejawat sehingga perusahaan ini melarang hubungan antar karyawan, baik secara resmi maupun secara tidak resmi.
Tindakan Erwin yang seolah memata-matai Puspa itu pun tidak luput dari sebuah tindakan yang berpotensi untuk mengarah kepada pelanggaran aturan itu. Hal inilah yang membuat Aswar curiga dengan tindakan Erwin tadi meskipun Erwin tampaknya tidak terlalu peduli dengan aturan itu dan tidak ambil pusing dengan Puspa juga.
“Dia adalah partnerku. Aku harus menjaga perasaan dan beberapa hal penting agar dia tidak terluka baik secara fisik maupun secara emosional” Jawab Erwin santai aja. Aswar tampaknya masih belum puas dengan jawaban tersebut sehingga dia masih memicingkan matanya seolah tidak percaya dengan Erwin. Pemuda berkacamata itu sendiri tampaknya juga masa bodoh dengan pendapat Aswar.
Pemuda bersetelan rapi itu pun berjalan dan merebahkan dirinya diatas sofa setelah tahu bahwa Erwin tidak akan menggubris kecurigaannya sehingga sia-sia saja dia memperingatkan bocah tersebut agar hati-hati supaya tidak melanggar aturan itu.
“Kau tahu sebab Rozi mengundurkan diri secara tiba-tiba dari sini?” Pertanyaan Aswar jelas membuat Erwin sedikit tersentak dan kemudian mengalihkan pandangannya pada Aswar dengan tatapan penasaran. Dia benar-benar penasaran kenapa seniornya yang benar-benar mengabdi pada perusahaan itu tiba-tiba saja mengundurkan diri tanpa memberitahunya apa sebabnya.
“Kau tahu?” Tanya Erwin memastikan sekali lagi. Aswar hanya melirik ke arah Erwin sebelum menyunggingkan seulas seringaian licik dan berdiri dari tempat duduknya. Dia pun mendekatkan diri pada Erwin yang sedang duduk dengan tatapan tajam pada Aswar. Pemuda bersetelan formal itu merendahkan dirinya agar kepalanya bisa sejajar dengan kepala Erwin.
“Menurutmu apa sebabnya?”
-0-
Berbeda dengan Erwin yang merayakan promosinya dalam diam, kecewa, kerja keras dan terbebani oleh tanggung jawab. Gadis bersetelan coklat yang tadi sore keluar dari kantor milik Erwin tampak tenggelam dalam kesenangan dan kebanggaan yang dirayakan oleh teman-temannya dari divisi sebelumnya.
“Bersulang untuk promosi Puspa” Kata seorang perempuan dengan jilbab hijau bermotif batik daun. Wajahnya yang manis tampak tersenyum jahil ketika mengangkat gelas berisi minuman bersoda itu sambil melihat wajah malu-malu dari Puspa.
“Apaan sih…” Kata Puspa sambil menahan tawa dengan ekspresi malu-malu khas darinya. Perempuan berjilbab hijau yang bernama Cherly itu hanya bisa tersenyum geli melihat tingkah dari anggotanya.
Cherly adalah kepala bagian Test Development, divisi Puspa sebelum dia mendapatkan promosinya. Pribadinya yang ramah membuatnya cepat akrab dengan para anggotanya, dan dia juga adalah orang yang mengajak untuk merayakan promosi yang diperoleh Puspa.
“Gimana 3 hari di Software Development?”
“Asyik gak disana?”
“Kudengar hanya ada satu orang aja sih disana, yang biasa tampilannya awut-awutan itu kan?”
Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan oleh teman-teman Puspa yang tampaknya juga cerewet itu. Maklumlah, mereka semua perempuan yang memiliki kecerdasan verbal diatas rata-rata sehingga mereka rata-rata juga suka ngomong.
“Satu-satu dong tanyanya” Keluh Puspa yang kelihatannya bingung juga mendengar pertanyaan yang dilontarkan bersamaan. Cherly hanya bisa tersenyum kecil melihat anggotanya tersebut.
“Baiklah, baiklah… Kita gilir aja deh gimana? Untuk sesi pertama kita buka 3 pertanyaan aja” Tanya Cherly yang mencoba menengahi pembicaraan yang makin rusuh tersebut. Tapi sepertinya tidak ada yang menggubrisnya dan mereka semua masih berbicara bebas seperti biasanya, bahkan malah makin berisik.
“Haha… Ternyata anak-anak test development ga hanya berisik di dalam tapi di luar juga” Sahut Puspa yang sepertinya sedikit prihatin saat melihat yang lain tidak mau menggubris ucapan Cherly. Gadis itu hanya bisa tersenyum kecil melihat kelakukan anak buahnya.
“Emangnya di software development suasananya tenang ya?” Tanya Cherly yang akhirnya ngobrol dengan Puspa. Gadis berjilbab coklat itu tampak meneguk beberapa jusnya sebelum menjawab pertanyaan Cherly.
“Yah… Gimana bisa berisik kalo yang ada cuma dua orang” Jawab Puspa. Cherly tampak sedikit terkikik geli sebelum akhirnya tersenyum jahil sambil menatap Puspa dengan tatapan menggoda.
“Romantis kan kayak gitu? Kantor hanya milik berdua, palingan yang datang cuma manajer galak itu” Goda Cherly.
“Apaan lagi sih” Jawab Puspa dengan wajah malu-malu.
Puspa masih tidak begitu tertarik dengan orang yang barusan dikenalnya, apalagi orang dengan tampilan awut-awutan macam Erwin yang gak ada sisi manis-manisnya. Dia gak pernah merhatiin juga, bisanya cuma nyuruh-nyuruh doang seolah-olah dia yang ngatur semuanya. Bener juga sih, namanya juga ketua.
“Ah… Jangan ngeles gitu dong. Aku sudah bolak-balik mergokin kamu duduk berdampingan gitu loh. Mesra banget” Lanjut Cherly kembali menggoda Puspa. Teman-temannya yang mendengar hal itu tampak sedikit terkejut dengan ucapan Cherly.
“Eh… Beneran?”
“Itu melanggar gak sih”
“Padahal manajer galak itu bolak-balik pergi ke sana loh. Berani amat dia”
Puspa tampak terdiam sejenak mendengar ucapan demi ucapan teman-temannya yang mengomentari tindakannya. Benar juga sih, Erwin memang selalu dekat dengannya saat kerja. Kayak dia ga percaya gitu kalo Puspa bisa kerja dengan bener, jadi perlu di control terus.
“Kalian gak tau kalo Erwin itu anak emasnya manajer, dan manajer percaya penuh padanya loh” Komentar salah satu teman Puspa yang membuat gadis itu sedikit terkejut.
Anak emasnya manajer? Apa sih kelebihan pemuda awut-awutan itu?
“Udah ah… Tapi, btw kayaknya divisi sana sibuk banget deh. Kamu aja baru sempat hari ini, kemana aja kemaren sama kemaren lusa?” Pertanyaan Cherly membuat mood Puspa kembali buruk mengingat kemaren dan kemaren lusa Erwin memberinya tugas yang banyak sekali untuk maintenance aplikasi milik customernya.
“Ya… Sibuk banget. Erwin bisanya nyuruh-nyuruh doang” Keluh Puspa sebel. Cherly tampak diam mendengar ucapan Puspa tersebut.
“Terus, hari ini tadi?” Lanjutnya.
“Hari ini agak ringan sih. Mungkin projeknya udah abis kali buat minggu ini” Jawab Puspa sambil meneguk jus buahnya kembali. Cherly tampak sedikit terkejut dengan ucapan Puspa.
“Tidak mungkin. Bagianku menerima banyak sekali request buat test bug tiga hari ini. Sepertinya ada banyak masalah saat update system, makanya maintenance minggu ini rasanya banyak banget. Anggotaku aja sampai kewalahan” Jelas Cherly. Gantian Puspa yang terdiam mendengar penjelasan dari Cherly.
Selama tiga hari ini Erwin hanya menyerahkan beberapa projek untuk dia periksa bugnya yang kebanyakan memang bug ringan sih, tapi kenapa bagian test development bingung dengan banyak bug saat ini? Apa jangan-jangan Erwin mengambil porsi kerjanya juga untuk bug yang cukup berat? Masuk akal juga sih kalo Erwin tiap hari pulangnya agak telat.
Pemikiran Puspa mulai diserang oleh rasa bersalah karena mengira bahwa Erwin hanya bisa menyuruh doang seolah dia raja disini.
“Oke, lupakan masalah pekerjaan. Kita disini buat senang-senang kan?” Kata Cherly mencoba menghibur Puspa yang tiba-tiba moodnya berubah.
“Uhm, oh… Oke” Jawab Puspa yang sepertinya terbuyar dari lamunannya. Dia pun meneguk habis segelas jusnya.
“Menurutmu, Erwin orangnya gimana? Dia baik loh sebenernya” Puspa pun langsung melepaskan gelas dari bibirnya, dan ingin untuk menyemburkan jus nya karena kaget dengan ucapan Cherly. Tapi hal itu tampaknya ditahan olehnya sehingga dia sekarang sedang berusaha untuk menahan batuk.
“Apa katamu? Dia baik?” Tanya Puspa. Dalam pikirannya, Erwin adalah kepala bagian yang dingin, cuek, dan bahkan sering nyuruh-nyuruh orang sedangkan dirinya bermain-main terus di dalam kantor. Apa baiknya orang seperti itu coba?
“Yap… Dulu waktu aku masih jadi anggota senior Vita, ada beberapa bug yang lupa aku tes sih sehingga waktu deploy kami semua kelabakan begitu sadar akan bug yang cukup berbahaya tersebut” Cerita Cherly.
“Tapi, setelah itu aplikasinya berjalan tanpa ada complain. Senior Vita yang waktu itu penasaran bertanya pada senior Rozi yang waktu itu masih menjadi kepala bagian software development tentang bug tersebut. Senior Rozi menjelaskan bahwa dia tidak tahu apa-apa sih. Yang bagian deploy adalah Erwin” Lanjut Cherly.
“Jadi Erwin yang memperbaiki bug itu sebelum di deploy?” Tanya Puspa yang sepertinya sudah tahu akhir dari cerita itu. Cherly hanya mengangguk pelan sambil tersenyum kecil.
“Aku gak tau juga sih. Waktu itu aku juga dapet laporan Senin pagi sih, padahal jadwal deploy nya minggu kemaren. Artinya dia benerin bug nya waktu weekend kan. Abis itu dia ga masuk gara-gara sakit. Mungkin dia kecapekan kali” Kata Cherly sambil tersenyum kecil mengingat kebodohannya dulu.
“Eh… Ngomong-ngomong soal senior Vita. Kau tahu ga sih kenapa dia keluar?” Tanya Puspa teringat dengan kepala bagian test development sebelum Cherly.
“Dia ngikut suaminya” Jawab Cherly singkat saja. Puspa hanya mengangguk paham mendengar ucapan tersebut.
“Padahal dia sama Rozi dulu serasi banget tau. Mereka kerjanya itu bener-bener kompak gitu loh, ku kira waktu itu dia keluar gara-gara ketahuan ada hubungan gitu sama Rozi, ternyata dia ngikut suaminya” Cerita Cherly. Puspa masih terdiam mendengarkan cerita Cherly dengan khusu’, sebelum sebuah pertanyaan muncul dibenaknya.
“Lalu, kau tau ga alasan Rozi keluar?”