Ketukan pelan terdengar dari sebuah ruangan dengan lebar sekitar 10 meter tersebut. Beberapa computer tampak terbaris rapi di sala satu dindingnya sambil menampilkan beberapa jendela program. Seorang pria berambut acak-acakan tampak sedang duduk di depan salah satu computer yang paling ujung. Mata cekungnya tampak fokus sekali dengan beberapa kertas yang ada di tangannya sementara beberapa potongan kertas kecil berserakan di mejanya. Beberapa kali tangan kirinya membetulkan letak kacamatanya yang melorot tersebut sambil sesekali menghela nafas.
“Hayo… Apa yang kau lakukan? Bukannya kerja tapi malah main-main” Seru seseorang yang langsung mengagetkan pria tersebut sehingga tanpa sadar pria itu menggunting sisi kertas yang salah.
“Ah… Sialan kau. Aku harus buat lagi kan” Umpat pria tersebut menatap kesal kearah pria dengan setelan formal di belakangnya. Pria rapi dengan wajah tampan dan bersih dari kumis itu hanya sedikit tersenyum kecil sebelum duduk di atas sofa yang terletak di tengah ruangan tersebut.
“Kalo saja bukan aku yang jadi manajermu, pasti kamu sudah dipecat saat kamu mengatakan hal itu” Komentar pria formal tersebut.
Dua orang itu adalah manajer dan karyawan dari sebuah software house yang cukup terkenal di daerah Malang.
Pria lusuh berkacamata itu dikenal dengan nama Erwin. Pendek, gemuk, kulitnya sawo matang dan gayanya yang awut-awutan membuatnya tampak seperti orang yang tidak terlalu terurus. Pria ini adalah karyawan bagian Software Development di perusahaan bernama Compukings tersebut.
Berbanding terbalik dengan pria yang bersetelan rapi yang sekarang tengah duduk di sofa. Pria ini adalah Aswar, manajer di cabang Compukings tempat Erwin bekerja. Agak tinggi, kuning, bersih dan selalu tampil rapi baik di saat bekerja maupun di saat senggang.
“Hmmm… Mungkin manajer yang lain hanya peduli dengan progress kerjaku. Haha… Mereka mungkin sangat saying untuk membuang mesin pekerja sepertiku” Sahut Erwin sambil tertawa datar dan menyeringai kearah Aswar yang masih bersandar di sofa dengan ekspresi malasnya. Pemuda berambut klimis itu kemudian berbalik menghadap ke arah Erwin sambil menyandarkan dagunya di atas dinding sofa. Dilihatya pria acak-acakan tersebut yang sekarang sedang fokus dengan suatu hal yang berada di depan layarnya.
“Apanya yang mesin pekerja. Bukankah yang kau lakukan dari tadi pagi hanya main aja” Cibir Aswar sambil melirik ke bawah meja computer dimana banyak sekali potongan kertas berserakan, persis kayak guntingan anak TK yang lagi main di kelas.
“Aku sudah melakukan maintenance pada web app seluruh customer kita minggu ini. Dokumentasi projek yang diminta oleh developer client juga sudah ku kerjakan. Sementara itu, minggu ini kita tidak dapat client sehingga kupikir aku sudah mengerjakan semua yang harus ku kerjakan. Apa yang kau minta?” Cerocos Erwin tanpa sedikit pun menoleh kearah Aswar dan tetap sibuk dengan mainan kertas.
Selain tampilan khasnya yang awut-awutan itu, Erwin juga terkenal dengan kecepatannya dalam berpikir, dan ketangkasannya dalam membuat program sehingga dia banyak dipercaya dalam masalah programming.
“Entahlah… Mungkin sebuah promosi” Ucapan Aswar sontak membuat pemuda berkacamata itu meninggalkan aktivitasnya dan menatap seram pada Aswar.
“Tidak. Aku tidak mau” Jawab Erwin tegas.
Keterampilan Erwin memang tidak diragukan lagi oleh Aswar, meskipun dia masih di posisi karyawan biaca. Dan lebih mengenaskannya lagi, kepala bagian software development sebelumnya tiba-tiba resign tanpa alasan yang jelas sehingga sekarang Erwin bekerja sendirian, tanpa tim atau lebih kerennya disebut single fighter. Lebih mengejutkannya lagi bahwa dia bisa mengerjakan tugasnya dengan sangat baik sekali dan dia masih punya waktu untuk bermain dengan kertas-kertasnya.
Aswar juga sedikit kagum dengan kemampuan pria berantakan di depannya ini sehingga dia berkali-kali menawarkan promosi posisinya sebagai kepala bagian, tapi tetap saja Erwin menolak dengan alasan pertemuan dengan client itu gak jelas dan selalu membosankan. Dia selalu menyarankan orang lain dan ingin untuk tetap jadi karyawan saja.
“Liat aja nanti deh siapa yang bakal gantiin” Kata Aswar sambil angkat bahu dan kemudian berdiri lalu melihat ke arah layar computer di sebelah Erwin.
“Aku kesini untuk pengecekan rutin mingguan. Boleh kuliat log milikmu?” Tanya Aswar sambil menyambar mouse yang ada di kanannya dan dengan lincah memainkan tetikus tersebut untuk membuka log file. Mata hitamnya tampak bergerak naik turun membaca berpuluh-puluh baris log tersebut. Guratan wajahnya yang tampak tegas itu sepertinya merasa tertarik dengan log tersebut.
“Rapi sekali. Berbeda sekali dengan penampilan berantakanmu” Sindir Aswar saat melihat kerapian log tersebut.
“Logging biasanya di handel oleh senior Rozi. Aku hanya di perancangan” Jawab Erwin yang langsung bikin Aswar sedikit geleng-geleng. Mana bisa dia percaya bahwa seseorang yang begitu berantakan bisa buat log yang rapi.
“Kamu punya template buat logging itu?” Tanya Aswar yang hanya dijawab dengan anggukan pelan oleh Erwin.
Pemuda itu pun mengeluarkan catatannya dan mencentang beberapa kotak disitu sebelum akhirnya pandangannya terbentur pada pemuda berkacamata yang entah masih fokus pada acaranya sendiri. Sebuah rasa penasaran muncul dari benaknya tentang apa yang sebenarnya pemuda itu lakukan sejak tadi.
“Yosh… Selesai” Kata Erwin tiba-tiba seolah menjawab rasa ingin tahu dari Aswar. Dia pun berdiri sambil membawa sebuah kertas berwarna merah tua dengan hitam di beberapa bagian. Mata Aswar tampak sediit bingung dengan kertas tersebut. Kertas apa itu? Kenapa Erwin sejak tadi terus menggelutinya?
“Apanya yang selesai” Tanya Aswar penasaran.
Erwin tampak tersenyum jahil melihat ekspresi super bingung dari manajernya melihat hasil karyanya. Pemuda berkacamata itu pun menunjukkan sebuah icon computer yang tercetak pada salah satu sisi kertas tersebut kemudian tangan kanannya menarik atas kertas tersebut sehingga icon itu berubah menjadi icon print sementara bagian belakang kertas tersebut terlipat membentuk sebuah symbol 3D dari seorang programmer. Dari atas kertas keluar sebuah kertas putih yang ditarik oleh Erwin dengan tulisan kecil yang elegan bertuliskan biodatanya.
“Tada… Ini adalah 3D namecard ciptaanku” Kata Erwin dengan rasa bangga seolah-olah dia yang telah menemukan GPS. Aswar langsung speechless melihat tingkah Erwin tersebut.
“Dasar bocah….”
-0-
Suatu pagi yang cerah, sinar mentari pagi tampak masih menyeruak masuk melalui sela-sela jendela kantor, menampakkan wajah malas seseorang yang baru saja melakukan absensi pagi di kantor. Cengiran innocent yang khas itu tampak tersunggung di wajah polosnya saat dia berjalan menuju ke arah ruangannya.
“Oi… Erwin, mau kemana kau? Bukankah manajer menyuruh kita kumpul untuk apel hari ini di aula?” Seru sesserorang yang langsung membuat langkah Erwin terhenti. Dia pun menolehkan tubuhnya dengan sedikit terkejut.
“Benarkah?” Tanyanya dengan ekspresi bodoh. Pemuda yang menghentikannya itu tampak menepuk jidatnya melihat kebodohanya.
“Kebiasaan. Pasti ga pernah baca papan pengumuman” Keluhnya sambil berbalik dan pergi seolah gak mau berurusan lagi dengan Erwin. Pemuda berkacamata itu hanya bisa melongo heran sebelum akhirnya mendesahkan nafas berat dan berjalan menuju aula.
“Padahal hari ini aku mau melakukan maintenance pada 3 web app” Keluhnya pelan. Dia pun membuka pintu aula dan langsung duduk di bagian paling belakang.
Seorang programmer pasti mengerti kebosanan itu, kebosanan untuk mengikuti apel. Bagi mereka, lebih baik mencoba semua solusi dan lihat mana yang bekerja lebih baik daripada mendiskusikan cara yang ada dan ketika mereka sudah sepakat, ternyata mereka tidak bisa melakukannya.
“Ini hanya membuang waktu” Gumamnya.
Aswar tampak naik di atas podium dengan setelan formal seperti biasanya, dan dia membuka apel dengan basa-basi seperti biasanya yang hanya membuat bola mata Erwin berputar bosan. Kok ada orang yang hobi basa-basi seperti itu.
“… Dan, inti dari di kumpulkannya kalian semua disini adalah karena perintah dari direktur yang akan memberikan promosi pada salah satu dari kalian” Deg… jantung Erwin serasa berhenti sebelum akhirnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Mulutnya tak hentinya berkomat-kamit membaca mantar agar Aswar yang dengan cakepnya membawa-bawa nama direktur itu tidak menyebut namanya untuk dipromosikan.
“Untuk mengisi jabatan kepala bagian software development yang kosong, direktur mengajukan saudari Puspa Dwi Maharani” Hampir saja Erwin melonjak senang mendengar nama perempuan tersebut di sebutkan. Baguslah, bukan dia yang harus mengurusi masalah client yang cukup merepotkan dalam perusahaannya. Dia lebih memilih bekerja sendirian daripada harus jadi kepala bagian.
“menjadi wakil kepala bagian dan saudara Erwin Ananta sebagai kepala bagian” What… Wajah lega tersebut langsung berubah kaget seolah mendengar pengumuman bahwa hari MInggu tidak akan libur lagi.
“Untuk yang bersangkutan, dipersilahkan maju ke depan”
Seorang perempuan dengan dress coklat tua, senada dengan kulitnya tampak berdiri diantara para karyawan perempuan. Wajahnya tampak polos dengan senyuman yang terukit di bibirnya. Bukan, bukan senyum bangga atau bahagia, tapi senyuman geli sambil menahan tawa. Sepertinya dia tadi sedang bercanda dengan teman-temannya dan tidak sempat tertawa disana, sehingga dia tertawa saat maju saja. Wajah manisnya tampak serasi dengan pipi chubby dan dibingkai dengan jilbab berwarna coklat. Penampilan yang cukup minimalis dan rapi tanpa balutan make up yang berlebihan.
Disisi lain, kita bisa melihat tampilan yang lebih sederhana lagi. Dahi yang penuh dengan peluh, rambut yang disisir mendadak menggunakan jari sehingga terlihat tidak singkron. Setelan batik plus celaba bahan memberikan kesan orang tua yang gak mau repot dengan penampilan meskipun si empunya pakaian masih lajang. Kacamata hitam dengan debu yang menutupi kacanya menghiasi ekspresi malas yang sudah menjadi ciri khas miliknya.
Dua orang itu kemudian berdiri di depan dengan sikap khasnya masing-masing di damping oleh Aswar yang masih bersikap layaknya manusia terhormat, tapi dengan seringaian tajam dan licik pada Erwin.
“Kami mengharapkan kerja keras kalian”
-0-
“Ini adalah kantor software development. DI design untuk 10 orang dengan 5 developer yang bekerja simultan. Disitu kamu bisa menyimpan peralatan kerja. Jangan menyimpan peralatan pribadi di kantor karena loker kantor punya penghuni kantor. Kalo kau menyimpannya di loker, artinya itu untuk umum” Jelas Erwin sambil memperlihatkan kantornya layaknya pemandu wisata.
“Yang diatas computer itu ada layar untuk tes screen, lalu proyektor diatas serta white board di depan. Presentasi biasanya dilakukan dengan duduk di sofa ini. Di pojok ada toilet dan kamu bisa makan bekalmu di meja sana. Jika ada pertanyaan lagi nanti bisa kamu tanyakan” Kata Erwin mengakhiri pidatonya pada wakilnya. Cewek itu hanya tersenyum kecil mendengar penjelasan dari sang ketua sambil manggut-manggut paham.
“Siap, Pak Erwin” Sahut Puspa dengan semangat.
“Panggil Erwin aja. Terlalu formal akan menghambat masa pendekatan” Jawab Erwin enteng. Kata-kata itu mungkin terdengar sedikit manis di telinga orang baper, tapi dasar dua orang polos yang mungkin terlalu memikirkan pekerjaan mereka sehingga mereka tidak sadar. Jika ada orang lain yang mendengarnya mungkin akan sangat besar kemungkinan untuk salah paham.
“Kamu di promisikan dari bagian apa?” Tanya Erwin.
“Test development” Jawab Puspa singkat.
“Sempurna. Kau bisa lihat daftar app dari customer yang harus kita maintenance di customer database. Kamu juga bisa lihat sekilas dokumentasi maintenance nya apa aja berdasrkan log yang dikirim. Jadwal sudah ada disana. Jadi, tolong analisis maintenance jenis apa saja yang harus dilakukan setiap hari dan tempelkan di whiteboard pojok. Jika sudah hilang bisa kau masukkan ke kalender bahwa maintenance sudah berhasil sama sekalian post commitnya” Cerocos Erwin menjelaskan tugas pertama dari Puspa dengan panjang lebar, dan mungkin terdengar tidak jelas.
Anehnya, gadis berjilbab coklat itu tampaknya mengerti dan hanya mengangguk saja sambil melihat whiteboard yang masih tertempel sticky notes 3 web app yang harus di maintenance oleh Erwin hari ini.
“Bukankah lebih enak dengan to do list aja?” Tanya Puspa.
Erwin tampak mengerling sebentar mendengar komentar dari Puspa, sebelum akhirnya dia kembali melihat log yang ada pada layar komputernya.
“Dengan computer, kita akan lebih fokus dalam memperbaiki tampilan dan hal lain yang mengacaukan fokus kita. Tapi jika kita menggunakan suatu yang manual, selain lebih nyata kita juga akan lebih fokus” Jelas Erwin tanpa melihat ke arah Puspa. Cewek itu pun hanya mengangguk faham meskipun sedikit agak repot sih jika harus menggunakan sticky notes terus.
“Kamu gak ingin tahu kemampuan ku?” Tanya Puspa mencoba memancing Erwin.
“Tidak. Jika kau menjelaskan kemampuanmu sendiri, aku yang repot karena kita berbeda standar. Aku akan menilai sendiri kemampuanmu nanti. Tapi rata-rata anak dari bagian test development mampu melihat bug, jadi mungkin kau bisa melihat bug yang bisa aku maintenance” Jelas Erwin.
Pendapat yang cerdas. Pria itu pun menoleh ke arah Puspa yang sepertinya masih bingung mau melakukan apa. Dia pun menghela nafas dan kemudian menepuk kursi di sebelahnya.
“Duduk sini, akan ku ajarkan cara membaca log yang diajarkan oleh senior Rozi padaku”