Ketidaktahuan Lebih Baik daripada Ketahuan

Chapter 09

Sialan Loki, dia sepertinya memang harus dihukum dengan berat.

Claudia bergumam dalam hatinya begitu membaca berbagai macam kisah mitologi dari Eropa Utara yang sudah dipinjamkan oleh Alvaro untuknya. Meskipun dalam hatinya ada rasa geram yang mendalam pada dewa kejahilan tersebut, tetapi tidak dipungkiri bahwa dia juga menyimpan rasa kagum yang cukup besar juga pada dewa kajahilan tersebut.

Tanpa Loki, mungkin saja Asgard akan jatuh dalam raksasa yang bisa membangun tembok hanya dalam waktu beberapa malam saja. Atau Asgard mungkin ga akan lolos dari serangan raksasa yang memiliki kemampuan untuk berubah menjadi elang.

Mungkin bisa dibilang bahwa Loki membentuk sejarah dunia melalui caranya sendiri, meskipun tidak melalui cara yang baik.

Tunggu… Sepertinya aku sedikit teringat akan sesuatu ketika membaca ini…

Setelah membicarakan masalah agama dengan Alvaro beberapa hari yang lalu, tampaknya pikiran Claudia sekarang menjadi lebih mudah untuk menangkap sesuatu yang aneh dalam setiap bahan bacaan yang dibacanya.

Membaca buku berat yang berjudul Sejarah Tuhan disertai dengan omongan Alvaro yang sudah mengguncangkan pemikirannya membuat Claudia menjadi lebih kritis lagi untuk membaca sesuatu yang berkaitan dengan pemikiran dan kepercayaan tersebut.

Gadis itu pun terdiam sambil mencoba menghubungkan kisah mitologi tersebut dengan apa yang sudah dia ketahui, baik dari pembicaraan Alvaro kemaren maupun dengan berbagai macam pengetahuan yang sudah dia kumpulkan sejak dulu.

“Clau… Kau di dalam?” Sebuah teriakan yang berasal dari luar kamarnya langsung memutus rantai pemikirannya begitu saja.

“Ck…” Claudia refleks langsung berdecak kesal ketika menyadari bahwa rantai pemikirannya telah terputus dan segera berdiri untuk menghampiri suara teriakan di depan pintunya tersebut. Tanpa melepas ekspresi kesal dari wajahnya, dengan pakaian seadanya juga dia langsung berjalan dan membukakan pintu pada orang yang sudah memutuskan rantai pemikirannya tersebut.

“Apa?” Kata Claudia dengan nada kesal kepada gadis yang sekarang sedang tersenyum lebar di depan pintunya. Gadis melayu itu tidak lain dan tidak bukan adalah Sikin, teman satu lantainya yang juga merupakan seorang penganut Protestan yang cukup taat sehingga dia cukup akrab dengan Claudia yang beragama Katolik.

Sikin tampaknya dipandang terlalu kuper oleh teman-teman sesama Protestannya karena dia terlalu mematuhi berbagai macam aturan gereja sehingga terkesan tidak asik. Claudia disisi lain memang sudah taat sejak dari Indonesia karena memang orang Katolik juga lebih ketat dalam mengatur umatnya daripada orang Protestan.

So, jadilah mereka berdua teman yang cukup dekat.

Tetapi, berbeda dari biasanya, hari itu Sikin membawa temannya yang sekarang sedang berdiri di sebelahnya dengan ekspresi malu-malu. Rambutnya berwarna pirang dengan kacamata bulat yang menghiasi kedua mata birunya. Lensanya cukup tebal jika dilihat dari tingkat distorsi nya saat Claudia mencoba melihat kacamatanya dari samping.

Sepertinya dia termasuk orang yang mudah gugup dan tidak percaya diri. Terbukti dari sikapnya yang masih meletakkan tangannya di depan dadanya sambil menahan hasrat untukt idak menggigit bibirnya karena gugup.

Tetapi dari sorot matanya terpancar sebuah wibawa yang menunjukkan sebuah kecerdasan. Mungkin dia adalah anak kuper yang sering kali kalian temui di kampus membawa buku berat dan menjadi asisten dosen karena kerajinannya.

Darimana Sikin mendapatkan anak yang seperti ini.

“Kenalin nih, temanku dari fakultas sebelah” Kata Sikin sambil menyenggol bahu dari gadis tersebut, mencoba menyuruhnya untuk memperkenalkan diri,

“Ummm… Na… nama… ma…ku…” Gadis itu tampak terbata-bata mengucapkan bahasa Indonesia dengan aksen yang aneh. Claudia memutar bola matanya mendengar ucapan tersebut. Sikin tampak sedikit terkikik geli ketika mendengar gadis itu mencoba memperkenalkan dirinya dengan menggunakan bahasa Indonesia.

“I can speak English pretty well” Sahut Claudia yang sepertinya tahu juga bahwa gadis bule di depannya ini tidak bisa berbahasa Indonesia dengan benar. Gadis itu tampak sedikit lega mendengar ucapan dari Claudia.

“Oh… I see… Umm… So… My name is… uh… Clara” Katanya masih terbata-bata dengan bahasa Inggrisnya. Kali ini Claudia tidak memutar bola matanya, dia menatap tajam ke arah Sikin yang masih tersenyum lebar di depannya.

Apa-apaan sih dia? Ini sih jelas anak culun yang biasanya di bully di sekolah. Kenapa dia bawa sampai kesini?

“My name is Claudia. How do you do” Sahut Claudia. Gadis itu kemudian menundukkan wajahnya sambil bergumam pelan.

“How do you do”

“Oke, oke, cukup… Perkenalanya sampai disini dulu Clau. Aku mau membicarakan sesuatu yang sangat penting kaii ini, boleh aku masuk?” Tanya Sikin yang lansung tanpa persetujuan memasukikamar dari Claudia.

“Stop, stop, stop… Kalo mau masuk kamarku, jangan sentuh apa pun, lihat saja dan kemudian duduklah diatas kursi belajarku” Kata Claudia yang tampaknya tidak terima jika kamar yang sudah susah payah dia rapikan menjadi rusuh karena Sikin.

“Aduh… Kau pikir aku sudah lupa dengan aturan mu yang menyebalkan itu” Kata SIkin yang tampaknya sudah mengerti prosedur untuk bertamu ke kamar Claudia yang sangat rapi tersebut sehingga dia sudah duduk dengan manis di atas kursi belajar milik Claudia.

Gadis kikuk bernama Clara itu pun ikut duduk dengan manis di sebelah Sikin tanpa melepaskan tampang gugupnya, sementara Claudia mengambil buku yang berada di atas tempat tidurnya dan kemudian berjalan menuju ke arah rak buku nya untuk mengambalikannya ke tempatnya semula.

Mata biru Clara tampaknya sedikit tertarik dengan sampul dari gambar buku yang dipegang oleh Claudia.

“Is that… Odin?” Tanya Clara tepat sebelum Claudia memasukkan kembali buku tersebut ke dalam tempatnya. Gadis cantik berambut panjang itu pun terkejut dengan ucapan dari Clara. Dia pun menoleh dan menatap Clara dengan tatapan yang cukup tajam.

Dia tahu soal Odin?

“Yes, why?” Jawab Claudia sembari balik untuk bertanya. Mata biru Clara tampak sedikit memancarkan sebuah kilauan semangat yang tadi sempat malu-malu.

“Wow… Is that a good book?” Tanya Clara lagi. Claudia pun mengurungkan niatnya untuk menaruh buku tersebut ke raknya dan kemudian menyodorkannya ke Clara.

“I don’t know, but it is fine for me. Do you want to read it yourself? But actually, it’s an Indonesian book?” Jawab Claudia mencoba untuk memperingatkan Clara bahwa itu bahasa Indonesia. Tetapi tampaknya peringatan itu tidak di gubris karena Clara langsung mengambil buku tersebut dan membaca siapa penulisnya.

“Ah… I have read this book before. That’s cool, but this is unordered and you can’t tell much about Norse Mythology from this kind of book, just a bunch of a fairytale” Kata Clara sambil menyerahkan kembali buku tersebut. Claudia mengernyit heran mendengar pendapat dari Clara.

Bukannya tadi matanya berbinar hanya dengan melihat gambar Odin? Lalu kemudian dia mengkritik buku ini hanya sekumpulan dongeng? Apa dia tidak tahu bahwa Odin juga merupakan tokoh dalam dongeng?

Meskipun ucapan Clara memang benar bahwa buku yang ada di tangannya sekarang hanyalah buku dongeng, tak lebih dari kisah rakyat yang sudah dituturkan oleh jutaan leluhur di Indonesia seperti Malin Kundang, Sangkuriang, Bawang Merah Bawang Putih dan lain sebagainya, tetapi bukankah gadis di depannya tadi berbinar dengan melihat gambar Odin?

Kenapa sekarang dia malah mengkritiknya degan mengatakan itu adalah dongeng.

“Excuse me. I think Odin is a character from this Fairytale, nothing special about Him” Bukan Claudia jika dia tidak mempertanyakan hal yang tidak dia mengerti kepada siapa pun yang mau mendengarnya, termasuk gadis bule di depannya ini. Gadis itu tampak sedikit mengernyit heran, sepertinya tidak paham apa maksud dari Claudia, meskipun dia mengerti apa yang dikatakan oleh gadis asia di depannya.

“Yeah… Odin is just a character. So, why?” Tanya Clara. Claudia tampak memutar bola matanya mendengar ucapan dari Clara.

Apa dia tidak sadar bahwa ucapannya tadi menunjukkan bahwa seolah-olah dia jatuh cinta dan mengenal Odin secara langsung?

“Yeah… You just stop me to put this book in the bookshelf only to see Odin as if you knew him so well” Kata Claudia sedikit menyindir bahwa Clara tadi menginterupsinya dari kegiatannya untuk menaruh kembali buku tersebut hanya untuk melihat Odin. Clara tampak sedikit tersenyum kecil mendengar ucapan dari Claudia yang terkesan sarkastik.

“Apanya yang lucu sih?” Tanya Sikin yang tampaknya tidak begitu mengerti apa yang dibicarkaan oleh dua orang temannya ini dari tadi. Gadis melayu itu mungkin tidak semahir Claudia dalam menggunakan bahasa Inggris sehingga dia tidak begitu mengerti apa yang dibicarakan oleh mereka berdua.

Selain karena ada banyak hal yang tidak dia mengerti semacam kata ‘Odin’ itu, dia juga tampaknya masih sedikit sibuk dengan pikirannya sendiri. Mungkin dia lah yang sedang jatuh cinta, bukan Clara pada Odin.

“Ga penting” Sahut Claudia sambil duduk kembali di depan mereka berdua. Sekelebat pemikiran muncul dari Claudia yang berasal dari rasa ingin tahunya dengan gadis bule di depannya.

“By the way, how do you know about Odin?” Tanya Claudia untuk sedikit memuaskan rasa ingin tahunya.

Bisa dibilang bahwa Odin adalah entitas suci dimana dia juga baru tahu ketika dipinjami buku tentang Mitologi Nordik oleh Alvaro. Jadi mungkin agak sedikit aneh ketika ada orang yang mengenal nama ‘Odin’ ini. Clara tampak tersenyum kecil penuh percaya diri.

“I study at faculty of Cultural Study and I’m deeply interested to Mythology” Jawab Clara. Claudia hanya membulatkan bibirnya, tanda dia sudah mengerti tetapi tidak peduli dengan latar belakang dan lanjutan dari cerita gadis bule di depannya ini.

Tapi tampaknya Clara tidak mengerti dengan isyarat dari Claudia.

“Mythology is so interesting. If you watched the last film of the Marvel Movie, I think the movie is highly influenced by the Mythology. Not only in a movie, a game called God of War is also influenced by the Greek Mythology and some of anime…”

What… Apa yang sedang cewek ini bicarakan?

Gadis berambut pirang itu tampak berbicara dengan cepat sekali sehingga Claudia tidak mengerti apa yang sedang dia bicarakan. Dia hanya mengerti bahwa Clara sedang membicarakan tentang mitologi dengan sikapnya yang menggebu-gebu, tetapi Claudia tidak bisa menangkap apa maksud sebenarnya dari gadis tersebut.

“Wait, wait, wait… I don’t understand what you’re saying…” Sela Claudia ketika gadis bule di depannya nyerocos tentang hal yang tidak dia pahami sama sekali sehingga dia harus menyela ucapannya. Clara pun terdiam begitu mendengar ucapan dari Claudia.

Yah… Kebiasaan lama juga

Sikin pun tampak sedikit tersenyum kecil ketika mendengar nada bicara Claudia yang terdengar tegas dan mungkin juga terkesan menggurui. Claudia bukanlah orang yang suka basa-basi dengan hal tidak penting yang masuk ke dalam telinganya. Dia adalah orang yang akan menyela apa yang kalian katakan hanya karena dia tidak suka denga apa yang sedang kalian bicarakan.

Seperti yang dia lakukan saat ini, memberhentikan cerita di tengah keseruan cerita.

“Wait, what?” Kata Clara sambil memandang Claudia dengan tatapan aneh seolah Claudia adalah makhluk aneh dari planet lain. Gadis Indonesia cantik itu hanya memutar matanya memandang Clara yang tampaknya ga mengerti apa yang sedang dia katakan.

“Yeah… I simply don’t understand what you’re saying. So, please stop explain it like I’m an expert to mythology or anything you say about” Jelas Claudia.

Kan memang si idiot genius itu yang membawaku ke dunia mitologi. Kenapa cewek culun berkacamata ini juga mau membawaku ke sana.

Claudia tidak habis pikir juga, kenapa Sikin membawa gadis otaku ini ke dalam kamarnya, padahal dia sendiri juga tidak terlalu jago dalam bahasa Inggris.

“You are not interested?” Kata Clara dengan nada bertanya kepada Claudia. Kepala gadis cantik itu menggeleng tegas sekaligus mantap tanpa takut melukai hati si gadis culun di depannya.

“Acually, my friend lent the book three days ago. I don’t know what kind of motivation of him to lend me this book, but he’s quite interesting so, I read the book which he recommends to me” Jelas Claudia. Mata gadis berambut pirang itu tampak sedikit berbinar mendengar penjelasan dari Claudia.

“Wow…. Is he a good-looking man?” Tanya Clara. Claudia sedikit mengangkat sebelah alisnya mendengar ucapan dari Clara yang terkesan seperti orang yang minta di PHP.

Apakah Alvaro ganteng?

Pikirannya mencoba untuk mengingat bagaimana tampilan dari cowok yang sudah meminjaminya buku mitologi. Bagaimana senyuman santainya yang penuh percaya diri. Bagaimana tampilannya saat dia serius membaca banyak buku dengan mata yang setengah melotot. Atau bagaimana dia menjelaskan sesuatu secara rinci tanpa mengizinkan lawan bicaranya untuk mendapatkan celah argumen dalam bahan bicaranya.

Dia pun mengangkat bahunya ga tau apa yang harus dijawabnya.

“I don’t know” Jawab Claudia santai saja. Clara tampak sedikit menundukkan kepalanya ketika mendengar jawaban dari Claudia.

Mungkin saja dia merasa bahwa Claudia menyembunyikan si tampan otaku dari dirinya karena Claudia juga suka pada lelaki penggila mitologi tersebut. Padahal Clara belum tahu apa-apa tentang Alvaro.

“But, if you want to meet him, I think he always read that kind of book in front of the University Library. I have finished that book so I’ll discuss it with him… Tomorrow. You can join me if you want” Kata Claudia. Mata Clara tampak berbinar mendengar ucapan dari Claudia.

“Really?” Tanya Clara yang hanya dijawab dengan anggukan pelan oleh Claudia. Senyuman kecil mengembang dari bibir tipis gadis bula tersebut. Hembusan nafas lega juga terdengar dari Claudia yang rupanya juga merasa lega sudah bisa menghadapi cewek seperti Clara.

Sekarang matanya yang tajam beralih kepada SIkin yang dari tadi diem aja sambil nyengir ga jelas.

“Lalu, ada perlu apa kau mengajak anak ini, meskipun kau tahu bahwa…” Claudia hanya memberikan sedikit isyarat di bibirnya yang menunjukkan bahwa SIkin tidak terlalu mahir dalam bahasa Inggris.

“Uhm…” Sikin tampak sedikit berdehem, mungkin dia sedikit gugup dengan pertanyaan dari Claudia.

“Dia punya kakak yang ganteng”

What…? Kenapa sekarang dia jadi urusanku?

“Sebentar, sebentar… Lalu apa urusannya denganku kalo dia punya kakak yang ganteng?” Tanya Claudia sambil sedikit mengernyit heran. Dia benar-benar bingung dengan apa yang dikatakan oleh SIkin kali ini. Kalo dia punya kakak yang ganteng, kenapa dia tidak mengajak kakaknya saja ke sini sih.

Kenapa yang diajak malah adiknya yang freak ini

“Ya…” Sikin tampak sedikit gugup mendengar jawaban dari Claudia. Mata hitamnya berputar, seolah mencari pandangan baru daripada harus berpandangan dengan tatapan tajam gadis judes (tapi cantik) yang seolah menginterogasinya tersebut.

“Aku kan… ga begitu jago dalam bahasa Inggris secara percakapan dan lain sebagainya. Aku mau kau menemaniku untuk… ” Kata-kata Sikin menggantung begitu saja sembari dia berisyarat sesuatu yang masih belum dimengerti oleh Claudia dengan jari tangannya.

“Untuk?” Kata Claudia mencoba untuk memperjelas apa maksud Sikin yang sebenarnya.

“Ya… untuk PDKT gitu sama kakaknya dia” Jawab Sikin sambil malu-malu.

Kenapa dia harus malu-malu coba.

“Lalu, hubungannya dengan si culun ini apa?” Tanya Claudia. Mungkin kata-katanya terdengar sedikit kasar, tetapi masa bodoh lah. Bule kecil di depannya ini tidak mengerti bahasa Indonesia yang baku, apalagi bahasa Indoneisa ‘culun’ yang bahkan Sikin saja ga tau apa maknanya.

“Kemarin aku melihat kakaknya waktu Fakultas Ilmu Budaya mengadakan festival. Nih anak jadi semacam penjaga stan gitu yang menjelaskan tentang pengaruh mitologi. Aku ikut kemaren juga karena iseng aja sih, dan stannya dia cukup keren juga design nya. Selain itu stannya kan juga bawa-bawa Thor yang ganteng itu jadi aku tertarik. Waktu dia jelasin sesuatu yang aku ga ngerti apa maksudnya, kakaknya dateng” Jelas Sikin. Claudia tampak manggut-manggut mengerti dengan cerita dari Sikin.

“Lalu, kau mencoba main sama dia biar PDKT sama kakaknya gitu?” Tanya Claudia langsung to the point saja. Dia apal banget dengan kebiasaan Sikin yang selalu muter-muter kalo sedang cerita, apalagi masalah cowok.

“Ya, belum sempet main sih. Masa aku harus menunjukkan betapa payahnya bahasa Inggrisku di depan kakaknya, kan… Aneh. So, aku langsung ajak aja ke sini biar ketemu sama temenku yang paaaallliiing jago bahasa Inggris ini” Kata Sikin lebay. Claudia tampak memutar bola matanya mendengar ucapan dari Sikin yang tampak begitu bersemangat tersebut.

“Hmmm… I see. Lalu, apa fungsinya kau ajak dia kemari?” Tanya Claudia. SIkin hanya nyengir innocent mendengar ucapan dari Claudia.

Sepertinya bakalan ada masalah nih.

“Hehe… Kamu maen sama dia aja nanti ajak ngobrol apa gitu terus kalo ada kesempatan tolong aturin rencana biar kita berempat bareng kakaknya bisa maen bareng” Kata Sikin dengan muka yang gak berdosa.

What… Hei, hei, hei… Aku jadi role macam apa nih?

Claudia hanya bisa menepuk dahinya pasrah melihat Sikin mengatakan hal tersebut dengan wajah tanpa dosa. Mungkin terdengar tidak setia kawan, tapi Claudia adalah gadis yang begitu strict dengan semua batasan dalam dirinya.

Dia tidak ragu mengatakan sebuah ide dari temannya itu bodoh kalo ide tersebut bodoh, dan bahkan dia bisa saja langsung menjauhi temannya ketika temannya tersebut tidak memenuhi ekspektasinya dalam bertindak kebenaran.

Meskipun sebagai seorang Katolik yang taat dan harus mengabdikan hidupnya untuk kebaikan, Claudia tidak semerta-merta melakukan kebaikan secara buta tanpa tahu aturan. Dia bisa mengerti dan memilah mana temannya yang benar-benar memerlukan bantuan, dan mana temannya yang hanya memanfaatkan dirinya saja.

Oleh karena itu, dia begitu disegani dan dihormati oleh mantan temannya sewaktu SD.

Meskipun begitu, Claudia masih memiliki kehidupan sosial yang benar-benar hebat karena dia merupakan gadis serba bisa yang penuh dengan saran kebaikan bagi siapa pun yang membutuhkannya.

Tak terkecuali dengan teman melayunya ini.

“I hear that you have an elder brother” Kata Claudia langsung to the point kepada Clara.

Basa-basi bukanlah kebiasaan Claudia keitka dia membantu seseorang. Jika ada orang yang tidak suka dibantu dengan caranya, maka dia mempersilahkannya untuk menolak bantuannya dan minta pada orang lain.

Clara tampak mengangguk pelan mendengar ucapan dari Claudia.

“He’s also a 7th semester student at Stanford” Imbuh Clara.

“What faculty was he in” Tanya Claudia.

“Computer Science”

TBC

Saya akan sedikit tambahkan seseorang untuk pesaing bagi Alvaro maupun Claudia sendiri.

Chapter Sebelumnya | Daftar Isi